“Aku, Wastra dan Kisah”: Perayaan Wastra, Perempuan, dan Harapan Anak Bangsa dari Matahari dari TIMUR

Fimela.com, Jakarta Matahari dari TIMUR (MDT) kembali menyalakan semangat pelestarian budaya melalui pagelaran seni tahunannya yang kini memasuki tahun ketiga. Mengusung tema “Aku, Wastra dan Kisah”, acara ini menjadi ruang pertemuan lintas generasi yang merayakan wastra Nusantara, kekuatan perempuan, serta suara anak-anak Indonesia. Bertempat di Sunset Pier, Riverwalk Island PIK, pagelaran ini menghadirkan rangkaian seni pertunjukan, mode, musik, film dokumenter hingga narasi inspiratif yang dirajut bersama perempuan Indonesia dari berbagai daerah.

Dibentuk pada 17 Agustus 2022 oleh Laura Muljadi bersama para advisor awal—Rinaldy Yunardi dan Aoura Chandra—MDT hadir sebagai gerakan kolektif yang berfokus pada pelestarian wastra, pemberdayaan perempuan, serta ruang kreatif inklusif untuk generasi muda. MDT memandang wastra bukan sekadar artefak, tetapi bahasa kehidupan yang tumbuh dan diwariskan. Gerakan ini diperkuat oleh komunitas Gen B (Generasi Berbudaya) yang beranggotakan individu lintas usia dan latar belakang yang peduli pada budaya dan bumi.

Pagelaran dibuka dengan film dokumenter “Perjalanan: Kain dan Kehidupan” yang membawa penonton menyelami keseharian mama-mama penenun Sumba. Dilanjutkan dengan kolaborasi musik oleh JFlow, Adit Marciano, Moe, Adinda Cresheilla, Dhea Fandari, dan Laura Muljadi, pembukaan ini dirangkai oleh penampilan Isabella Adinda Russo dan enam penari muda yang mengenakan karya dari Ghea Resort, Optik Seis, serta wastra Sumba. Acara dipandu oleh Artika Sari Devi dan Adinda Cresheilla, menghadirkan suasana Bulan Pahlawan yang penuh semangat perjuangan.

SEQUENCE 1 – “AKU” oleh Ghea Resort

Menjadi tribut untuk 45 tahun perjalanan Ghea Panggabean, koleksi Sumba dari Ghea Resort menghidupkan kembali motif ikat, simbol leluhur, dan kuda Sandelwood yang ikonik. Mamuli—pusaka sakral Sumba berbentuk rahim perempuan—ditafsirkan modern sebagai simbol pemberdayaan. Koleksi ini diperagakan oleh para perempuan Indonesia seperti Maudy Koesnadi, Endhita, Nadine Chandrawinata hingga Kimmy Jayanti, menegaskan bahwa ketika perempuan berdaya, budaya pun berjaya.

SEQUENCE 2 – “KISAH” oleh by Arra (Tenun Sabu Raiju)

Dalam koleksi “KISAH”, Mita Hutagalung menghadirkan kekuatan perempuan Sabu melalui wastra Èi dan Hi’je serta identitas hubi—Hubi Ae dan Hubi Iki. Koleksi ini menjadi pengingat bahwa identitas budaya Sabu kini berada di ambang kepunahan dalam 1–2 generasi, sehingga perlu dijaga bersama. Ditampilkan oleh Renata Koesmanto, Nadia Mulya, Agustin Ramli dan Eyvel, koleksi ini menegaskan bahwa perempuan selalu saling menguatkan dalam setiap perjalanan hidup.

SEQUENCE 3 – “KASIH” oleh Amapola

Amapola karya Paula Verhoeven mempersembahkan Desert Series, yang memadukan keheningan gurun dengan kekayaan wastra Indonesia. Siluet modern berpadu dengan tekstur dan motif tradisional, menghasilkan perjalanan visual yang merayakan kasih perempuan—diperagakan oleh Veranica Tio dan kedua putrinya, serta para perempuan lintas generasi lainnya.

SEQUENCE 4 – “WASTRA” oleh Pendopo

Pendopo menampilkan tenun Umalulu dan tenun Buna dari Timor sebagai wujud penghargaan terhadap keberagaman budaya Indonesia. Motif kuda, rusa, gurita hingga simbol Marapu tampil dalam warna dan makna mendalam. Koleksi ini dibawakan oleh seniman muda disabilitas hingga model lintas usia, membawa pesan bahwa keberagaman adalah kekuatan. Putu Laura, Head of Pendopo, menegaskan bahwa dalam kebersamaan, semua warna budaya menyatu.

Pagelaran ini terwujud berkat dukungan berbagai mitra: Sunset Pier, Agung Sedayu Group, Wardah, Bintang Sempurna, Optik Seis, Honeybee Cotton, Milash, Ikan Bakar Cianjur, dan lainnya. MDT juga memberikan apresiasi kepada media partner seperti National Geographic Indonesia, Her World, Dewi, Parapuan, dan Fimela yang turut menyebarkan pesan budaya ke publik yang lebih luas.

Sebagai penggagas dan creative director MDT, Laura Muljadi menegaskan bahwa wastra hanya akan hidup jika terus diperkenalkan, dicintai, dipakai, dijaga, dan diwariskan. “Ini bukan tugas satu orang atau satu wilayah, tetapi tanggung jawab kita bersama sebagai saudara sebangsa,” ungkapnya. Ia menutup dengan ajakan hangat: “Mari mengenal, mencinta, dan melangkah bersama untuk Indonesia. Kita, Generasi Berbudaya.”