Fimela.com, Jakarta Rentang usia akhir 20-an hingga jelang 40-an bisa menjadi fase membingungkan sekaligus mengubah hidup. Di fase ini, kita sering merasa berada di tengah persimpangan antara tuntutan, kehilangan arah, dan pencarian jati diri yang sebenarnya. Energi tidak lagi seperti dulu, sementara ekspektasi dari berbagai arah justru semakin menekan. Rasanya seperti terus berlari di atas treadmill, letih, tapi tak sampai ke mana-mana.
Kali ini kita akan membahas lima kutipan dari buku Umur 40, Kok Gini Amat? yang bisa menjadi pelita untuk membantu kita lebih kuat menjalani hidup di usia dewasa ini. Proses menjadi dewasa memang tidak selalu mudah. Bahkan seiring bertambahnya usia, ada perubahan dan tantangan baru yang perlu kita hadapi. Walaupun penuh liku, yakinlah akan selalu ada jalan baru yang terbuka untuk membantu kita melangkah dengan hati yang lebih kuat dan tangguh lagi ke depan.
1. Kamu Bukan Mesin, Kamu Manusia yang Juga Berhak Lelah
“Untukmu yang sedang menjalani usia 30–40-an, ini adalah masa tersibuk dalam hidupmu. Aku ingin memberi tahumu bahwa, akan ada banyak sekali tugas yang mengalir deras seperti luapan air sungai, kewajiban-kewajiban di tempat kerja maupun di rumah. Kamu akan merasa semua orang membutuhkanmu atau semuanya berantakan tanpamu. Rasanya, punya dua badan saja tidak cukup, bahkan terkadang kamu ingin meninggalkan semuanya, lalu melarikan diri ke suatu tempat yang sunyi.” (hlm. 5)
Sahabat Fimela, kutipan ini mencerminkan suara hati yang sering kita sembunyikan: rasa ingin menghilang sejenak dari segala kehebohan hidup. Di usia 30 hingga 40-an, tanggung jawab datang bersamaan, menumpuk seperti gelombang yang tak berhenti menggulung. Di satu sisi, kita merasa harus kuat. Di sisi lain, ada bagian dari diri yang nyaris tumbang.
Namun, buku ini mengingatkan kita bahwa merasa lelah adalah bagian dari keberanian. Bahwa kita tidak perlu menjadi sosok sempurna untuk layak dihargai. Justru ketika kita mengakui keterbatasan dan memberi ruang untuk diri sendiri bernapas, saat itulah kita benar-benar menunjukkan kekuatan sejati. Hidup tidak sedang meminta kita untuk jadi superman—ia hanya mengajak kita untuk hadir dengan jujur.
2. Hidupmu Milikmu, Bukan Milik Dunia yang Tak Pernah Puas
“Dunia akan terus mendesakmu untuk berusaha lebih keras dan menekanmu seakan kamu kurang berusaha. Namun, dunia tidak akan menggantikanmu menjalani hidup. Kamu punya kuasa penuh terhadap hidupmu.” (hlm. 11)
Sahabat Fimela, dunia punya cara licik membuat kita merasa bersalah atas segalanya—atas waktu istirahat, atas jeda, bahkan atas kegagalan kecil. Kita didorong untuk bekerja lebih keras, mencapai lebih banyak, menjadi lebih kuat. Namun kenyataannya, dunia tidak akan pernah cukup puas, sekeras apa pun usaha kita.
Kutipan ini menyadarkan kita bahwa hidup bukan soal menyenangkan semua orang. Kita punya kuasa atas hidup kita sendiri—atas pilihan, langkah, dan nilai-nilai yang ingin kita pegang. Jangan biarkan dunia mengambil kemudi dari tanganmu. Pilih arah hidup yang sesuai dengan isi hatimu, bukan yang paling ramai dipuji. Karena hanya kamu yang akan menjalaninya, dari awal hingga akhir.
3. Bosan Bukan Akhir, tapi Ruang untuk Menemukan Makna Baru
“Ketika bosan dengan rutinitas hidup yang sibuk, kamu mungkin terpikirkan, ‘Yah, beginilah hidup. Sepertinya, aku akan terus hidup seperti ini.’ Karena, tidak ada hal yang baru dalam hidupmu. Semuanya terasa monoton, seperti sudah pernah kamu lakukan, perbedaan yang ada hanya seperti variasi lainnya dari satu hal yang sama. Makanan yang kamu makan, percakapan yang terjadi, semuanya terasa sama. Kamu mulai bosan dengan semuanya, lalu bergerak secara mekanis. Kamu terus mengulang kata bosan dan hanya mengingat saat-saat menyenangkan pada masa lalu. Dengan begitu, kamu pun terjebak dalam belenggu hidup, kebiasaan, dan kenangan masa lalu.” (hlm. 47)
Kita semua pernah berada di titik ini—hidup berjalan, tetapi jiwa terasa tertinggal. Hari-hari terasa seperti siaran ulang. Bahkan hal-hal yang dulu membuat hati berdebar kini hanya menjadi tugas yang harus diselesaikan.
Tapi Sahabat Fimela, kutipan ini bukan ajakan untuk menyerah pada kebosanan. Justru ini adalah pintu menuju kesadaran baru. Kebosanan tidak berarti hidup kita membosankan. Ia adalah undangan untuk menyentuh kembali makna, membangun rutinitas yang hidup, dan memberi warna baru pada hal-hal kecil. Kita bisa menyelipkan cinta dalam kegiatan sederhana, dan menemukan harapan dalam aktivitas sehari-hari. Yang kita butuhkan bukan perubahan besar, tetapi kesadaran kecil yang konsisten.
4. Memaafkan Diri Sendiri Bisa Menjadi Langkah Awal Mencintai Hidup
“Namun, sebagai seorang psikoanalis, aku percaya bahwa kehidupan yang memuaskan hanya mungkin terjadi jika kamu benar-benar mencintai diri sendiri. Untuk mewujudkannya, kamu harus menghadapi ‘anak yang terluka’ di hatimu dan memeluknya erat-erat. Kamu perlu menerima dan mengafirmasi dirimu apa adanya, bukan berdasarkan pencapaian. Hanya dengan begitu, kamu bisa menyukai dirimu, menjalani hidupmu, dan merasa puas dengan keberadaanmu apa adanya.” (hlm. 63)
Kita sering mencintai diri hanya saat berhasil. Saat pencapaian membanggakan datang, kita merasa layak disayangi. Namun saat gagal, suara di dalam kepala berubah jadi penghakiman. Kutipan ini mengubah sudut pandang itu dengan cara yang sangat menyentuh.
Sahabat Fimela, bagian dalam diri kita yang terluka di masa lalu tidak akan hilang, kecuali kita sendiri yang menyembuhkannya. Buku ini mengajak kita menatap luka-luka itu, bukan dengan malu, tapi dengan kasih. Saat kita berani menerima versi diri yang belum sempurna, saat itu pula kita membuka pintu untuk kedamaian sejati. Karena bahagia bukan soal menjadi orang lain, melainkan tentang berdamai dengan siapa diri kita sebenarnya.
5. Ketika Energi Menurun, Kita Bisa Membangkitkan Motivasi Lewat Kebijaksanaan
“Proses menjadi dewasa adalah proses membangun tempatmu dalam masyarakat. Menjadi dewasa berarti mempelajari keterampilan seorang pekerja dan mengembangkan karakter sebagai bagian dari masyarakat. Dalam proses itu, kamu akan bergerak maju dengan penuh semangat untuk menemukan bakatmu, berfokus pada pekerjaanmu, dan mendapatkan pengakuan atas kerja kerasmu. Namun, saat mencapai akhir usia 30-an, semangatmu akan memudar sedikit demi sedikit seiring berkurangnya kekuatan tubuh yang sering kamu gunakan hingga batasnya.” (hlm. 134)
Saat muda, kita bertarung dengan tenaga. Tapi seiring bertambahnya usia, kekuatan fisik tak lagi sebanding dengan target hidup. Sahabat Fimela, jangan takut saat semangat itu meredup. Itu bukan tanda kamu kalah—itu tanda kamu sedang memasuki fase yang lebih bijak.
Kutipan ini mengajarkan bahwa menjadi dewasa bukan soal terus membuktikan diri, melainkan tentang membangun kehidupan yang bermakna dan berkelanjutan. Kita tak perlu selalu berlari cepat. Kadang, berjalan perlahan sambil memahami arah jauh lebih berharga. Saat tubuh mulai memberi sinyal untuk melambat, kita justru punya kesempatan untuk menyelami hidup lebih dalam, menciptakan dampak bukan dari kecepatan, tetapi dari ketulusan.
Sahabat Fimela, buku Umur 40, Kok Gini Amat? bukan hanya menyuguhkan kalimat-kalimat yang menggugah, tetapi juga menjadi teman seperjalanan yang memahami liku batin usia dewasa.
Lima kutipan di atas hanyalah sekelumit dari kekayaan makna yang bisa ditemukan di tiap halamannya. Bacalah perlahan, resapi tiap pesan, dan izinkan dirimu bertumbuh tanpa tekanan.
Karena hidup bukan tentang menjadi yang paling hebat, melainkan menjadi yang paling utuh—dengan luka, lelah, tawa, dan keberanian yang terus menyala. Jika kamu merasa dunia tak lagi memberi ruang untuk bernapas, buku ini bisa jadi pelukan hangat yang menguatkanmu kembali.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.
Lifestyle5 Prinsip dari Buku The Psychology of Money untuk Bertahan di Ekonomi Sulit
Buku The Psychology of Money karya Morgan Housel menyajikan cara berpikir unik tentang uang. Artikel ini membahas 5 prinsip kunci dari buku tersebut yang bisa menjadi pegangan saat menghadapi ekonomi sulit.
Lifestyle5 Strategi dari Buku Atomic Habits untuk Mengatasi Rasa Malas
Tanpa perlu motivasi berlebih, buku Atomic Habits menawarkan lima strategi revolusioner untuk membentuk kebiasaan kecil yang berdampak besar. Temukan rahasianya di sini, Sahabat Fimela.
LifestyleReview Buku In The Kitchen: Essays on Food and Life
Temukan kehangatan dan inspirasi dari buku In The Kitchen: Essays on Food and Life, kumpulan esai yang menyentuh tentang dapur, makanan, dan kehidupan. Cocok untuk Sahabat Fimela yang mencintai kisah penuh rasa dan makna.
LifestyleReview Buku Crying in H Mart
Temukan kisah penuh haru dalam Crying in H Mart karya Michelle Zauner—sebuah memoar yang menggambarkan cinta mendalam antara ibu dan anak perempuan, dibalut kenangan, makanan, dan pencarian jati diri yang menyentuh hati.
Lifestyle5 Rekomendasi Buku agar Tidak Diremehkan Orang Lain
Temukan 5 rekomendasi buku inspiratif yang akan membantumu membangun kepercayaan diri, bersikap tegas, dan tidak lagi mudah diremehkan orang lain. Baca dan ubah cara pandangmu terhadap diri sendiri!