7 Ciri-ciri Tubuh Butuh Istirahat Total Bukan Cuma Liburan, Kenali Tanda Burnout demi Kesehatan Mental

1 month ago 19

Fimela.com, Jakarta Liburan sering kali dianggap sebagai cara untuk mengatasi kelelahan dan stres yang disebabkan oleh pekerjaan atau rutinitas sehari-hari. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua rasa lelah dapat diatasi hanya dengan berlibur. Ada saat-saat di mana tubuh dan pikiran kita memberikan sinyal bahwa kita memerlukan istirahat total, bukan sekadar cuti atau berkunjung ke tempat-tempat wisata.

Menurut The American Institute of Stress, "burnout atau kelelahan emosional tidak akan hilang hanya dengan liburan singkat," karena inti permasalahannya bukan hanya kurangnya waktu untuk rekreasi, melainkan kelelahan yang bersifat sistemik, baik fisik, mental, maupun emosional. Istirahat total berarti melakukan detoks dari produktivitas, menjauhi stimulasi sosial, serta menghindari tekanan dari target yang selalu ada. Berikut ini adalah beberapa tanda bahwa kamu mungkin membutuhkan istirahat total, lengkap dengan penjelasan dari jurnal dan ahli kesehatan mental.

Liburan Justru Bikin Tambah Lelah

Apabila kamu merasa semakin lelah setelah pulang dari liburan, hal itu bisa menjadi indikasi bahwa tubuhmu sebenarnya tidak memerlukan perjalanan, melainkan pemulihan yang menyeluruh. Seperti yang dijelaskan dalam Journal of Occupational Health Psychology (Sonnentag, 2010), jadwal liburan yang terlalu padat, banyaknya interaksi sosial, atau tetap membawa pekerjaan dapat memperburuk kelelahan.

Banyak orang tidak menyadari bahwa meskipun mereka sedang cuti, tubuh mereka tidak pernah benar-benar "off". Bahkan saat liburan, notifikasi email, tekanan dari media sosial, dan ekspektasi untuk tetap produktif terus berlanjut. Hal ini menyebabkan sistem saraf simpatis tetap aktif, sehingga tubuh tidak dapat memasuki fase relaksasi yang dibutuhkan.

Jika kamu merasa tidak segar meskipun sudah berlibur beberapa kali, itu merupakan tanda bahwa kamu perlu melakukan total shutdown. Ini berarti tidak bepergian, tidak menunda tugas, tetapi benar-benar memberikan waktu untuk tubuh beristirahat di lingkungan yang aman dan minim stimulasi.

Sulit Fokus dan Mudah Lupa Hal-Hal Kecil

Kehilangan konsentrasi dan masalah dengan ingatan jangka pendek sering kali bukan disebabkan oleh kemalasan, melainkan akibat dari kelelahan mental. Ketika otak terus-menerus bekerja tanpa mendapatkan waktu istirahat yang cukup, fungsi prefrontal cortex, yang berperan dalam pengambilan keputusan dan fokus, dapat menurun secara signifikan.

Buku yang ditulis oleh Alex Pang berjudul Rest: Why You Get More Done When You Work Less menjelaskan bahwa kemampuan fokus manusia bukanlah sumber daya yang tidak terbatas. Ketika sumber daya tersebut sudah habis, sekadar berlibur tidak akan cukup untuk memulihkannya. Apa yang diperlukan adalah waktu istirahat yang berkualitas, dengan ritme yang lebih lambat, tanpa melakukan multitasking, dan tanpa tekanan dari jadwal yang ketat.

Apabila kamu mulai mengalami kesulitan dalam mengingat tempat meletakkan barang, sering kali mengulang tugas akibat kesalahan kecil, atau merasa "hampa" saat menjalani aktivitas, itu adalah tanda bahwa tubuhmu membutuhkan istirahat total. Sebuah perjalanan ke tempat wisata baru tidak akan menyelesaikan masalah ini; yang dibutuhkan adalah waktu untuk benar-benar beristirahat dan memulihkan energi mentalmu.

Emosi Naik Turun dan Mudah Tersinggung

Kondisi emosional yang tidak seimbang, seperti mudah tersulut emosi, kecemasan yang berlebihan, atau tangisan yang tiba-tiba, merupakan indikasi bahwa tubuh mengalami kelelahan emosional. Fenomena ini dikenal sebagai emotional exhaustion dan merupakan salah satu elemen utama dari burnout. Dalam alat ukur burnout yang diakui secara internasional, Maslach Burnout Inventory (MBI), dijelaskan bahwa fluktuasi emosi adalah salah satu gejala utama dari kelelahan kronis yang tidak ditangani dengan baik. Jika kamu mendapati diri merasa marah karena hal-hal sepele, atau merasakan kekosongan tanpa alasan yang jelas, itu merupakan sinyal bahwa tubuhmu sangat memerlukan pemulihan internal.

Penting untuk diingat bahwa pemulihan emosional tidak dapat dicapai melalui distraksi eksternal seperti liburan yang ramai. Sebaliknya, proses restorasi emosional memerlukan ketenangan, pengaturan batasan sosial, serta kualitas tidur yang baik. Keramaian tempat wisata atau perencanaan yang panjang justru dapat menguras energi dan memperburuk kondisi emosionalmu. Oleh karena itu, penting untuk memberikan diri kita waktu untuk beristirahat dan memperhatikan kebutuhan emosional kita secara serius.

Tidur Panjang Tapi Tetap Lelah

Durasi tidur yang panjang tidak selalu menjamin kualitas tidur yang baik. Meskipun kamu telah tidur antara 7 hingga 9 jam, jika masih merasa lelah saat bangun, ini bisa menjadi indikasi bahwa sistem sarafmu berada dalam keadaan siaga (hyperarousal), yang biasanya terjadi akibat kelelahan mental dan emosional.

Menurut National Sleep Foundation, stres kronis membuat tubuh memproduksi kortisol terus-menerus. Produksi kortisol yang berlebihan ini dapat mengganggu fase tidur dalam (deep sleep), yang seharusnya menjadi waktu utama untuk pemulihan tubuh. Sebagai hasilnya, tubuh tidak pernah benar-benar mencapai kondisi istirahat yang optimal.

Untuk mengatasi masalah ini, solusi yang lebih efektif bukanlah dengan memperpanjang waktu tidur, tetapi dengan mengurangi faktor stres melalui total break. Ini berarti tidak memaksakan diri untuk tetap produktif, menjauh dari pekerjaan, dan lebih fokus pada aktivitas relaksasi aktif seperti journaling atau teknik pernapasan dalam.

Merasa Mati Rasa terhadap Hal yang Dulu Kamu Suka

Apabila kamu mulai merasakan kebosanan atau kehilangan minat pada hobi yang sebelumnya sangat menyenangkan, hal ini bisa menjadi indikasi bahwa kamu sedang mengalami anhedonia, yaitu hilangnya minat atau kesenangan. Kondisi ini sering kali dialami oleh orang-orang yang mengalami tingkat burnout yang tinggi atau depresi ringan.

Dalam buku yang ditulis oleh Emily Nagoski berjudul Burnout: The Secret to Unlocking the Stress Cycle, disebutkan bahwa "hilangnya semangat terhadap hal-hal positif" merupakan sinyal dari tubuh dan pikiran yang terlalu lama terpapar tekanan tanpa adanya pemulihan. Mengambil liburan tidak selalu menjamin pemulihan, terutama jika hanya dijadikan sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah.

Ketika kamu mulai merasa kosong atau tidak memiliki semangat untuk melakukan aktivitas yang biasanya kamu nikmati, penting untuk memberikan waktu istirahat yang sesungguhnya, tanpa ada ekspektasi, agenda, atau gangguan. Tubuhmu sebenarnya membutuhkan proses rekalibrasi yang lebih dalam, bukan sekadar imbalan untuk melewati masa sulit.

Kamu Merasa Seperti Robot yang Hanya Menjalankan Rutinitas

Ketika kamu merasa kehilangan arti dalam aktivitas sehari-hari seperti bekerja, makan, dan tidur, itu bisa jadi pertanda bahwa kamu terjebak dalam mode autopilot. Meskipun tubuhmu masih berfungsi, jiwamu tampak tidak terlibat dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Rasa koneksi dengan pekerjaan, hubungan, atau bahkan diri sendiri mulai memudar. Psikolog Dr. Sherrie Bourg Carter menjelaskan dalam Psychology Today bahwa kondisi ini dikenal sebagai "emotional detachment", di mana individu merasa terasing dari kehidupan mereka sendiri.

Kondisi ini sering kali muncul ketika waktu istirahat tidak dimanfaatkan dengan baik dan tidak dilakukan secara sadar. Untuk mengatasi hal ini, istirahat yang total sangat penting karena memberikan kesempatan untuk "menghubungkan kembali" diri dengan kenyataan. Istirahat bukan hanya sekadar mengisi ulang tenaga, tetapi juga berfungsi untuk menyadarkan kembali makna di balik setiap aktivitas yang dijalani. Dengan demikian, kamu dapat menemukan kembali keterhubungan dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Tubuh Sering Sakit Tanpa Sebab Medis Jelas

Sakit kepala yang berulang, nyeri pada otot, gangguan pencernaan, serta penurunan daya tahan tubuh dapat menjadi tanda bahwa tubuh mengalami kelelahan. Apabila Anda telah berkonsultasi dengan dokter dan hasil pemeriksaan menunjukkan normal, kemungkinan besar masalah yang dihadapi bukan berasal dari fisik, melainkan bersifat psikosomatis—yaitu reaksi tubuh terhadap stres mental yang mungkin tidak Anda sadari.

Menurut Harvard Health Publishing, stres yang berkepanjangan dapat mengakibatkan sistem kekebalan tubuh melemah, meningkatkan peradangan, dan menyebabkan ketidakseimbangan hormon. Hal ini membuat tubuh menjadi lebih rentan terhadap penyakit, meskipun tidak terdapat infeksi atau kerusakan jaringan yang jelas.

Ketika tubuh dipaksa untuk terus berfungsi tanpa mendapatkan waktu istirahat yang cukup, ia akan menunjukkan reaksi dalam bentuk keluhan fisik. Oleh karena itu, istirahat total dapat menjadi salah satu terapi terbaik untuk mengembalikan keseimbangan antara kondisi fisik dan mental.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Miranti
Read Entire Article
Lifestyle | Fashion|