Dewi Fashion Knights 2026, Menyulam Warisan Nusantara dalam Legacy of Style

20 hours ago 3

Fimela.com, Jakarta Sebagai puncak dari rangkaian Jakarta Fashion Week (JFW) 2026, Dewi Fashion Knights (DFK) kembali menjadi sorotan utama dalam dunia mode Indonesia. Diselenggarakan pada 1–2 November 2025, ajang ini menegaskan posisinya sebagai wadah apresiasi tertinggi bagi karya para desainer Tanah Air. DFK 2026 tidak hanya menjadi panggung prestisius, tetapi juga ruang yang menyoroti keindahan budaya, inovasi, dan arah masa depan mode Indonesia dalam satu narasi besar bertajuk Legacy of Style.

Dalam tema tersebut, Dewi Fashion Knights (DKF)  menghadirkan semangat untuk menjaga kesinambungan antara warisan dan gaya modern. CEO GCMedia Group sekaligus Chairman JFW, Svida Alisjahbana, menegaskan bahwa Legacy of Style menjadi refleksi evolusi nilai-nilai budaya yang terus bertransformasi agar tetap relevan, baik di tingkat regional maupun global. Melalui DFK 2026, Indonesia menunjukkan bahwa kekayaan tradisi dapat diolah menjadi kekuatan kreatif yang menembus batas waktu dan tren.

Mengusung subtema Nusantara, acara ini menjadi simbol dialog antara masa lalu dan masa depan. Kreativitas desainer tidak sekadar menghadirkan karya busana, tetapi juga menuturkan kisah tentang akar budaya yang hidup dalam wujud modern. Seperti disampaikan oleh Andandika Surasetja, Creative Director JFW 2026, tema ini merupakan upaya untuk menegaskan identitas mode Indonesia di tengah pertumbuhan pesat industri fashion ASEAN.

Seleksi dan kolaborasi dalam mode

Proses kurasi Dewi Fashion Knights 2026 dilakukan dengan seleksi yang sangat ketat melalui diskusi mendalam bersama para panelis berpengaruh di industri mode dan kreatif. Deretan nama yang terlibat antara lain Widiyanti Putri Wardhana, Menteri Pariwisata Republik Indonesia; Didit Hediprasetyo, Pendiri Didit Hediprasetyo Foundation; Svida Alisjahbana, CEO GCM Group sekaligus Chairman Jakarta Fashion Week; Andandika Surasetja, Creative Director JFW 2026 dan Pemimpin Redaksi Majalah Dewi; Aldi Indrajaya, Direktur Mode Majalah Dewi; Adinda Tri Wardhani, Deputy Editor in Chief Fimela; Julius Kensan, Editor in Chief Manual Jakarta; Judithya Pitana, Editor in Chief Tatler Indonesia; serta dua pakar ritel, Mia Egron dari MAP dan Shanon Hartono dari Time International.

Kolaborasi lintas bidang ini menunjukkan bahwa DFK bukan sekadar pergelaran mode, melainkan wadah kolaboratif yang menyatukan visi dari berbagai perspektif dari pemerintah, media, desainer, hingga praktisi industri. Dari proses seleksi yang komprehensif tersebut, enam jenama terbaik terpilih untuk mewakili semangat “Nusantara” dalam bingkai Legacy of Style: TANGAN Privé, KRATON Auguste Soesastro, dan TOTON pada hari pertama; kemudian Tulola, Sapto Djojokartiko, serta Sebastian Gunawan Signature pada hari kedua. Setiap label menghadirkan tafsir unik terhadap warisan budaya Indonesia, mengubah tradisi menjadi ekspresi mode yang relevan, modern, dan mendunia.

Pergelaran DFK I: Tradisi dalam Transformasi

DFK I menghadirkan tiga label yang memperlihatkan kekuatan narasi dan teknik kontemporer. TANGAN Privé merayakan satu dekade perjalanannya melalui 18 tampilan eksklusif yang menelusuri identitas Nusantara dari masa lalu hingga masa depan. Lewat kombinasi korsetri, tailoring, dan reinterpretasi kebaya, TANGAN menciptakan dialog antara timur dan barat dalam wujud siluet yang kuat namun lembut.

Sementara KRATON Auguste Soesastro mempersembahkan koleksi Made in the World, terinspirasi dari pelabuhan dagang kuno di Sumatra sebagai titik temu budaya. Dengan material seperti Indian jacquards, Japanese brocades, dan songket Sumatra, koleksi ini menggabungkan presisi arsitektural khas KRATON dengan kemewahan global. TOTON kemudian menutup sesi dengan Regang, eksplorasi busana tradisional Aceh yang mengangkat semangat Swarnadwipa melalui material daur ulang dan teknik pewarnaan tangan yang menegaskan pesan tentang keberlanjutan dan kekuatan perempuan. 

Pergelaran DFK II: Puisi dan Spirit Warisan

Di hari kedua, panggung DFK menjadi ruang puitis yang menampilkan keindahan dan spiritualitas mode. Tulola menuturkan Angin Sabana, perayaan atas perjalanan dan identitas perempuan Nusantara melalui perhiasan yang sarat makna budaya. Karya-karyanya menjadi metafora doa dan penghormatan terhadap leluhur yang diwujudkan dalam bentuk seni kontemporer.

Sapto Djojokartiko melanjutkan dengan The SAPTOJO Heritage Capsule Collection, yang menyoroti nilai proses dan memori dalam setiap helai kain Songket Bali. Detail bordir yang rumit mencerminkan refleksi akan waktu dan keindahan dalam ketidaksempurnaan. Pertunjukan ditutup oleh Sebastian Gunawan Signature lewat Kembang Jiwa, kolaborasi dengan EPA Jewelry dan Agam Riadi yang menggabungkan struktur arsitektural dengan nuansa kebaya dan batik modern.

DFK sebagai Cermin Warisan dan Inovasi

Sejak awal penyelenggaraannya, Dewi Fashion Knights telah menjadi simbol penghormatan bagi perjalanan panjang mode Indonesia. Tidak hanya sebagai ajang apresiasi karya, tetapi juga ruang refleksi yang mempertemukan nilai tradisi dengan tuntutan zaman modern. Tema Nusantara menjadi bukti bahwa kearifan lokal masih memiliki relevansi universal dan mampu berbicara di panggung dunia.

DFK 2026 menutup rangkaian JFW dengan pesan kuat: warisan bukan sekadar masa lalu yang dijaga, tetapi fondasi untuk terus berinovasi. Dengan memadukan teknik, budaya, dan visi modern, para desainer Indonesia membuktikan bahwa gaya lokal dapat melahirkan legacy yang diakui secara global. DFK pun menjadi simbol bagaimana identitas nasional bisa diterjemahkan dalam bahasa mode universal yang penuh makna dan karakter.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Nazwa Putri Kurniawan

    Author

    Nazwa Putri Kurniawan
  • Nabila Mecadinisa
Read Entire Article
Lifestyle | Fashion|