Gandeng 3 Seniman Kyoto, Dior Persembahkan Perpaduan Fashion dan Craftsmanship Jepang di Fall 2025

10 hours ago 3

Fimela.com, Jakarta Ada yang istimewa dalam koleksi Dior Fall 2025 yang baru saja diperkenalkan. Bukan hanya tentang siluet longgar dan elegan yang membalut tubuh dengan anggun, atau eksplorasi budaya yang menjadi benang merah dalam karya-karya Maria Grazia Chiuri. Namun kali ini, ada napas Asia yang terasa begitu kuat dan nyata. 

Dior secara resmi menggandeng tiga seniman asal Kyoto, Jepang, untuk menyulam keindahan craftsmanship dalam koleksi terbarunya, sebuah bentuk penghormatan yang tulus terhadap seni, tradisi, dan proses handmade yang nyaris seperti meditasi.

Dior dan Dialog Budaya dalam Balutan Kimono Modern

Maria Grazia Chiuri, sang direktur kreatif Dior, ingin mengajak kita memahami bagaimana kebiasaan berpakaian suatu budaya dibentuk dan berkembang. Ia menelusuri kembali warisan mode yang tak hanya berakar di Barat, tapi juga di Timur. Salah satunya adalah eksplorasi bentuk kimono, pakaian tradisional Jepang, yang kemudian dijadikan referensi utama untuk menciptakan Diorpaletot dan Diorcoat, sebuah mantel yang bisa dikenakan di atas kimono tanpa mengubah bentuk aslinya.

Dalam koleksi Fall 2025 ini, inspirasi tersebut dihidupkan kembali melalui jaket dan coat berpotongan loose, terbuat dari sutra, dihiasi ilustrasi taman Jepang yang begitu mendalam dan penuh makna​.

Tabata, Fukuda, dan SAWA: Tiga Nama, Tiga Karya, Satu Jiwa

Kolaborasi ini tidak hanya sekadar inspirasi visual semata. Dior benar-benar menyelami kerajinan tangan khas Kyoto dengan melibatkan tiga seniman yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri.

Yang pertama adalah Tabata, seniman senior dari Kyoto yang menghidupkan ilustrasi taman Jepang kuno dalam sketsa halus yang menjadi motif utama beberapa busana. “Saya membayangkan taman yang hening, di mana waktu seolah berhenti,” ungkap Tabata dalam sebuah wawancara dengan Dior. Sentuhannya tidak hanya menyampaikan estetika, tapi juga filosofi wabi-sabi: keindahan dalam ketidaksempurnaan dan ketenangan.

Berikutnya adalah Fukuda Atelier yang mempersembahkan teknik pewarnaan kain tradisional Jepang bernama hikizome. Teknik ini menggunakan kuas khusus, dan dilakukan secara manual, gores demi gores, untuk menciptakan gradasi warna yang lembut namun dramatis. Prosesnya membutuhkan kesabaran luar biasa, satu helai kain bisa membutuhkan waktu berhari-hari untuk selesai.

Dan yang terakhir adalah SAWA, desainer topi asal Jepang yang mencuri perhatian dengan aksesoris kepala anyaman unik hasil tangan. Teknik yang digunakannya terinspirasi dari metode menenun bambu, menciptakan topi-topi avant-garde yang tetap menyatu dengan garis estetika koleksi.

Arsitektur Mode dan Tubuh yang Diberi Napas

Lebih dari sekadar kolaborasi lintas negara, koleksi ini adalah sebuah narasi metamorfosis. Rok panjang dan celana lebar mengalun mengikuti gerak tubuh, motif bunga yang semula simbol dekoratif berubah menjadi bahasa visual yang menyampaikan emosi, dan benang emas dalam sulaman menjadi simbol dari keinginan manusia untuk bermimpi dan mencipta​.

Maria Grazia Chiuri menyebut bahwa busana dalam koleksi ini adalah “tubuh itu sendiri”, tempat di mana identitas dan keinginan manusia bersatu dalam arsitektur mode yang mendalam. Koleksi ini seolah menjadi jembatan, yang menghubungkan tubuh, tradisi, dan masa depan mode global.

i, Dior tak hanya menyisipkan elemen Asia sebagai ornamen, tapi menjadikannya sebagai bagian dari jiwa koleksi. Sebuah langkah yang patut diapresiasi, di tengah industri fashion global yang sering kali hanya “mengadopsi” budaya tanpa benar-benar memahami maknanya.

Melalui koleksi ini, Dior dan Maria Grazia Chiuri memberikan ruang bagi craftsmanship Asia untuk bersinar, berdialog, dan menjadi bagian dari sejarah baru fashion dunia.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Hilda Irach
Read Entire Article
Lifestyle | Fashion|