Generation Rent: Tren Global Anak Muda yang Memilih Realistis daripada Terikat KPR

2 weeks ago 10

Fimela.com, Jakarta Dulu, punya rumah sebelum usia 30 adalah simbol pencapaian prestisius. Kini, bagi banyak anak muda di berbagai belahan dunia, hal itu justru terdengar seperti jebakan. Bukan karena mereka malas, tapi karena mereka semakin cerdas menimbang dampaknya terhadap masa depan.

Sahabat Fimela, generasi saat ini tidak lagi memandang kepemilikan rumah sebagai satu-satunya tolok ukur kesuksesan. Mereka melihat dari sisi yang lebih dalam: bagaimana sebuah keputusan besar, seperti mengambil kredit rumah jangka panjang, bisa menjadi beban keuangan yang menggerus kualitas hidup dan ruang eksplorasi diri.

Beli Rumah Bukan Lagi Satu-satunya Lambang Keberhasilan

Saat generasi sebelumnya merayakan momen akad KPR layaknya pencapaian puncak hidup, generasi kini justru bertanya: apa yang dikorbankan untuk itu?

Bagi banyak anak muda saat ini, kebebasan memilih gaya hidup dan stabilitas mental jauh lebih berharga daripada status pemilik rumah yang membebani.

Mereka menyadari bahwa membeli rumah bukan hanya soal bisa atau tidak, tapi tentang kesiapan mental dan finansial untuk menghadapi cicilan panjang hingga puluhan tahun. Sahabat Fimela, keputusan ini bukan tanda menyerah, melainkan bentuk kesadaran akan prioritas yang lebih bermakna.

Semakin banyak yang memilih menyewa agar tetap fleksibel dalam meraih pengalaman hidup, berpindah kota, bahkan negara, tanpa terikat aset yang belum tentu menguntungkan dalam jangka panjang.

Realita Ekonomi Mengubah Peta Keputusan

Harga rumah melonjak, tapi gaji stagnan. Inilah kenyataan yang dihadapi banyak anak muda hari ini, bukan hanya di Indonesia, tapi juga secara global. Di banyak kota besar dunia, mimpi punya rumah sering kali tinggal mimpi jika tidak ada warisan atau bantuan dari orang tua.

Sebuah studi dari HFCS 2017 dan ISSP 2016 yang mengamati tren di Belgia, Jerman, Prancis, dan Slovakia menunjukkan bahwa generasi muda yang menyewa rumah kini mulai bersatu dengan pemilik rumah yang masih mencicil untuk mendorong kebijakan redistribusi kesejahteraan. Ini mencerminkan keresahan kolektif: rumah bukan lagi milik semua, tapi hanya bagi yang cukup beruntung.

Tekanan ekonomi ini mendorong lahirnya generasi yang lebih realistis. Mereka belajar bahwa keputusan besar seperti membeli rumah harus dilandasi perhitungan matang, bukan ambisi yang lahir dari tekanan sosial.

Belajar dari Jerman dan Belanda: Rasionalitas di Atas Gengsi

Di Jerman dan Belanda, kepemilikan rumah bukan simbol status, tapi pilihan berbasis kebutuhan. Bahkan, menyewa seumur hidup bukan hal aneh. Banyak orang tinggal di rumah sewaan berkualitas tinggi dengan perlindungan hukum dan fasilitas yang membuat mereka tak merasa “ketinggalan”.

Tidak ada dorongan untuk “pamer” karena budaya sosial di sana mengajarkan bahwa hidup nyaman tidak harus berarti memiliki segalanya. Sahabat Fimela, inilah bentuk kebebasan lain: tak terikat pada cicilan, dan bisa tetap membangun kehidupan yang layak tanpa memiliki aset tetap.

Apa yang tampak biasa di negara-negara tersebut kini mulai dilirik anak muda di negara berkembang. Mereka ingin hidup dengan kepala tenang, bukan dengan tagihan membayangi tidur malam.

Jepang: Rumah sebagai Aset yang Menyusut

Di Jepang, rumah bukanlah ladang investasi yang terus menguntungkan. Bahkan, properti residensial di sana dianggap sebagai aset yang nilainya menurun seiring waktu, dengan usia pakai sekitar 30–40 tahun. Jadi, membeli rumah bukan keputusan universal, melainkan bisa dibilang hanya relevan jika benar-benar dibutuhkan secara emosional dan praktis.

Akan tetapi, tren ini mulai bergeser. Menurut laporan From Deflationary Dream to Inflation Hedge oleh Dovetail (2024), kota besar seperti Tokyo kini mengalami lonjakan harga properti hingga 60% dalam satu dekade terakhir. Ini menempatkan Tokyo sebagai salah satu kota paling tidak terjangkau di dunia setelah Hong Kong.

Tapi sekali lagi, tak semua warga Tokyo terpancing membeli. Banyak yang tetap memilih menyewa karena tidak ingin mengorbankan gaya hidup hanya untuk mengejar rumah yang terus naik harga tapi belum tentu mendatangkan kenyamanan.

Korea Selatan dan Fenomena Goshiwon

Di Korea Selatan, harga sewa hunian juga menjadi isu pelik, terutama di kota besar seperti Seoul. Tapi uniknya, muncul fenomena alternatif bernama goshiwon. Goshiwon adalah hunian kecil nan praktis yang biasa digunakan pelajar atau pekerja muda yang fokus pada efisiensi hidup.

Harga sewa goshiwon berkisar antara 280.000–700.000 KRW per bulan, atau sekitar 200–500 USD. Dengan fasilitas dasar seperti tempat tidur, meja belajar, lemari, kulkas, hingga monitor TV, ruangan kecil ini menjadi simbol kompromi antara kemandirian dan penghematan.

Menariknya, banyak anak muda Korea tidak melihat goshiwon sebagai keterbatasan, tetapi sebagai jembatan untuk bertahan hidup dan tetap bisa berkembang secara mandiri. Hal ini menjadi gambaran bahwa punya tempat tinggal tak harus berarti punya rumah sendiri.

Menyewa: Bukan Sekadar Alternatif, tapi Strategi Hidup

Sahabat Fimela, menyewa rumah kini tidak lagi dianggap sebagai pilihan kedua. Melainkan telah menjadi strategi utama untuk menjaga fleksibilitas hidup dan finansial. Menyewa berarti bisa berpindah kota tanpa ribet, mengejar peluang tanpa beban cicilan, dan fokus pada pengembangan diri tanpa tekanan gaya hidup.

Pilihan ini juga memberi ruang untuk menabung dan berinvestasi dalam bentuk lain, entah itu pendidikan, bisnis, atau kesehatan mental. Dalam banyak kasus, menyewa justru memungkinkan seseorang hidup lebih layak dibanding mereka yang memaksakan diri membeli rumah namun terjebak utang.

Lebih dari itu, generasi sekarang mengerti bahwa kesuksesan bukan tentang berapa besar rumahmu, tapi tentang bagaimana kamu menjalani hidup dengan kendali penuh atas waktumu, keputusanmu, dan kesehatan mentalmu.

Menyewa atau Membeli? Inilah Cara Gen Z dan Milenial Menentukan Pilihan Bijak

1. Pertimbangkan Mobilitas dan Fleksibilitas Hidup

Di tengah tantangan ekonomi dan harga properti yang terus naik, banyak Gen Z dan Milenial kini lebih berhati-hati dalam memilih antara menyewa tempat tinggal atau membeli rumah dengan cara mencicil.

Bagi Gen Z dan Milenial yang masih membangun karier atau suka berpindah kota, menyewa rumah atau apartemen adalah pilihan cerdas. Menyewa memberikan kebebasan bergerak tanpa terikat pada satu lokasi. Berbeda dengan membeli rumah melalui KPR yang mengikat selama puluhan tahun dan mengurangi kemampuan untuk menjelajahi peluang baru di berbagai tempat.

2. Hitung Kembali Beban Finansial Jangka Panjang

Membeli rumah memang terdengar menguntungkan sebagai investasi, tetapi cicilan KPR bisa menjadi beban jika tidak disiapkan secara matang.

Sementara itu, menyewa memberikan biaya bulanan yang lebih ringan dan terprediksi. Namun, kekurangannya adalah tidak ada aset tetap yang dimiliki. Kuncinya adalah menghitung total biaya jangka panjang dari masing-masing opsi, termasuk biaya perawatan dan pajak.

3. Pilih Berdasarkan Gaya Hidup dan Tahap Hidup Saat Ini

Jika Sahabat Fimela masih lajang, menyewa tempat tinggal dekat kantor atau kampus lebih efisien dibanding membeli rumah di pinggiran kota yang butuh waktu tempuh panjang.

Sebaliknya, jika sudah berkeluarga dan butuh ruang lebih, mencicil rumah bisa jadi pilihan rasional untuk kestabilan jangka panjang. Jangan sampai keputusan besar ini justru menyesuaikan ego, bukan kebutuhan nyata.

4. Perhitungkan Akses Lokasi dan Ketersediaan Hunian

Data Snapcart Global 2024 menunjukkan bahwa banyak Gen Z dan Milenial memilih menyewa karena lebih mudah menemukan hunian strategis di pusat kota.

Harga rumah di area serupa biasanya jauh lebih mahal atau sudah tidak tersedia. Menyewa di lokasi utama bisa memberi akses cepat ke transportasi, pekerjaan, dan fasilitas umum. Tapi, kita juga perlu waspada terhadap kenaikan harga sewa tahunan dan kontrak jangka pendek.

Tak ada pilihan yang sepenuhnya benar atau salah. Yang penting, keputusan tempat tinggal harus didasarkan pada kebutuhan nyata, bukan tekanan lingkungan. Baik menyewa maupun membeli, keduanya bisa menjadi keputusan yang bijak jika dilakukan dengan perencanaan matang.

Generasi yang Tidak Mau Terikat, tapi Tahu Apa yang Mereka Mau

Inilah wajah baru generasi muda dunia: mereka tidak lari dari tanggung jawab, tapi memilih bentuk tanggung jawab yang lebih sadar. Mereka tidak alergi terhadap properti, tapi mereka tahu kapan waktunya tepat untuk memiliki, dan kapan lebih bijak untuk menyewa.

Generation Rent bisa diibaratkan sebagai cermin dari keberanian untuk memilih hidup yang lebih ringan, lebih fleksibel, dan lebih jujur pada kondisi diri sendiri. Di tengah dunia yang terus berubah, ada banyak pilihan yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan realitas kehidupan.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Read Entire Article
Lifestyle | Fashion|