Hasan Batik Bandung: Kisah Pionir Batik Kontemporer dari Homedecor hingga Fashion

Fimela.com, Jakarta Batik bukan sekadar kain, melainkan warisan budaya yang sarat makna. Namun, bagaimana batik tetap bisa diterima di tengah perubahan gaya hidup dan tren fashion dunia? Pertanyaan inilah yang dijawab Hasan Batik, rumah produksi batik asal Bandung yang telah hadir sejak 1978. Didirikan oleh Alm. Drs. Hasanudin, M.Sn, seorang dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, Hasan Batik sejak awal dikenal sebagai pionir yang memadukan nilai tradisi dengan sentuhan modern.

Awalnya, Hasan Batik menonjol lewat produk homedecor batik yang unik dan bernilai seni tinggi. Koleksi seperti wall hanging, zabuton cover, noren, coaster, table runner, hingga furoshiki menjadi signature karya yang sangat digemari, khususnya di kalangan akademisi ITB dan ekspatriat Jepang yang tinggal di Bandung. Produk ini tidak hanya sekadar dekorasi, melainkan representasi estetika batik yang bisa hadir dalam keseharian.

Seiring berkembangnya zaman, generasi kedua Hasan Batik melihat peluang baru. Pada 2004, lini fashion mulai diperkenalkan—dari hijab scarf, shawl, pareo, sarung selendang, hingga kemeja batik. Dengan tema “Batik Bandung Kontemporer,” Hasan Batik menghadirkan karya yang memadukan motif tradisional dengan desain modern serta eksplorasi warna yang lebih berani. Inovasi ini membuat karya Hasan Batik menembus pasar internasional, mulai dari Malaysia, Filipina, Thailand, Jepang, hingga Amerika Serikat.

Menariknya, perjalanan Hasan Batik tidak lepas dari dinamika pasar. Pada awalnya, pelanggan utama Hasan Batik adalah ekspatriat Jepang yang tinggal di Bandung. Mereka sangat menggemari produk homedecor khas Hasan Batik karena sesuai dengan gaya hidup dan estetika Jepang. Namun, krisis ekonomi dan kerusuhan 1998 membuat banyak ekspatriat Jepang meninggalkan Indonesia. Kondisi ini berdampak besar pada Hasan Batik karena kehilangan pasar utamanya.

“Awalnya pasar konsumen kita orang Jepang yang banyak menyukai produk-produk kami, namun karena ada kerusuhan di tahun 98, orang Jepang pindah dan sudah jarang ke Indonesia lagi. Itu mengurangi customer kita, akhirnya kita switch pasar dari Jepang ke lokal dan membuat lini baru yaitu fashion,” ungkap generasi penerus Hasan Batik.

Sejak saat itu, Hasan Batik mulai bertransformasi dengan menghadirkan desain yang lebih segar. Motif geometris dipilih sebagai pembeda, sekaligus menarik perhatian para desainer muda. Tak berhenti di sana, Hasan Batik juga menghadirkan permainan warna yang lebih kaya, menjadikannya sebagai kekuatan khas yang berbeda dari batik tradisional. Perubahan inilah yang membuka jalan Hasan Batik untuk masuk ke industri fashion kontemporer dan semakin diterima pasar luas.

Menjalankan usaha keluarga tidak hanya tentang melanjutkan bisnis, tetapi juga menjaga warisan budaya. Bagi generasi kedua Hasan Batik, proses ini justru menumbuhkan rasa cinta dan kebanggaan yang lebih dalam terhadap batik sebagai identitas Indonesia. Tantangan untuk menghadirkan produk batik yang bisa diterima generasi muda membuat Hasan Batik terus berinovasi, tanpa kehilangan jati dirinya.

Dengan semangat “Batik Bandung Kontemporer,” Hasan Batik kini bukan hanya sekadar brand, tetapi juga representasi kreativitas Bandung sebagai kota seni. Produk Hasan Batik bukan hanya melestarikan tradisi, tetapi juga menghidupkannya kembali dalam wajah yang lebih segar, modern, dan relevan dengan zaman. Dari homedecor hingga fashion, Hasan Batik telah membuktikan bahwa warisan budaya Indonesia bisa terus berkembang dan mendunia.

Penulis: Siti Nur Arisha