Fimela.com, Jakarta Wastra tak pernah sekadar selembar kain untuk dipakai. Ia menyimpan cerita, mengikat filosofi, sekaligus menjadi identitas budaya yang diwariskan lintas generasi. Di balik setiap motif dan helai kain, ada tangan-tangan terampil yang menjaga agar warisan itu tidak tergerus oleh zaman.
Di tengah arus modernisasi yang kian deras, sejumlah pengrajin batik di Tarakan, Kalimantan Utara, memilih jalan berbeda. Mereka menghadirkan kembali kekayaan lokal lewat karya wastra yang otentik. Dari benang yang ditenun hingga motif yang digambar dengan penuh makna, lahirlah batik khas Tarakan yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga menyimpan nilai budaya yang dalam.
Mari berkenalan lebih dekat dengan para pengrajin yang menjaga napas wastra Tarakan tetap hidup.
Dua Moong Tenun
Nama Dua Moong Tenun lekat dengan sosok Mersia, perempuan Tarakan yang jatuh cinta pada dunia menenun sejak 2008. Awalnya, menenun hanyalah hobi kecil untuk konsumsi pribadi, menggunakan motif asal Nusa Tenggara Timur, daerah kelahirannya. Namun waktu membawa Mersia pada perjalanan berbeda.
“Awalnya hanya untuk digunakan sendiri, motif yang digunakan pun saat itu adalah motif daerah asal saya yaitu Nusa Tenggara Timur. Lalu seiring berjalannya waktu, mulai banyak peminatnya. Dari Dinas setempat juga memotivasi untuk mulai menenun dengan motif lokal Tarakan. Akhirnya saya mulai membuat kain tenun batik Tarakan sejak tahun 2015,” ungkap Mersia.
Kini, Dua Moong Tenun menghadirkan tiga motif khas Tarakan yang masing-masing sarat filosofi. Ada motif Pakis, tumbuhan yang kerap dijadikan sayur oleh masyarakat lokal, sebagai simbol kedekatan dengan kehidupan sehari-hari. Kemudian Batug Semendak, terinspirasi dari anyaman tradisional dan bermakna harapan indah bagi para gadis. Dan terakhir, Tabur Bintang, yang mencerminkan kesucian, tujuan mulia, sekaligus eratnya nilai kebersamaan masyarakat Tarakan.
Batik Pakis Asia
Adi Setyo Purwanto atau Anto menghadirkan batik lewat brand Batik Pakis Asia sejak 2010. Lahir dari rasa peduli pada warisan budaya Kalimantan Utara, Anto rajin menggali inspirasi dengan bertanya langsung kepada kepala suku, budayawan, hingga sesepuh Dayak dan Tidung.
"Latar belakang bangun usaha ini sederhana, karena rasa kepedulian saya terhadap warisan-warisan budaya yang ada di Kalimantan Utara. Dari suku, budaya, sampai ornamen-ornamennya. Semua saya gali dengan bertanya ke kepala suku, budayawan, sesepuh suku Dayak maupun Tidung," tutur Anto.
Motif-motif Batik Pakis Asia banyak menampilkan kekayaan flora-fauna, mulai dari anggrek hitam hingga satwa khas hutan mangrove. “Ketika orang melihat batik ini, mereka seakan melihat langsung keindahan alam Kalimantan Utara,” ujarnya.
Ada tiga motif khas yang lahir dari tangannya: Gedabang/Saung, topi tradisional Dayak dan Tidung yang dipakai untuk berladang dan melaut; Gedabang Anak Gadis, kisah tentang seorang gadis yang menganyam rotan semalam suntuk demi cinta; serta Kapah, motif yang menggambarkan kerang besar sebagai simbol kesejahteraan masyarakat pesisir Tarakan.
Lubung Batik 2M
Perjalanan Majenah, pendiri Lubung Batik 2M, dimulai dengan langkah sederhana. Ia awalnya hanya mencoba ikut pelatihan membatik yang diadakan Pemkot Tarakan pada 2011. Dari situlah perjalanannya berubah arah.
"Saat pemerintah mencari kader untuk batik, saya coba-coba ikut. Saya ikut tes wawancara dan tertulis supaya bisa menjadi kader untuk berangkat pelatihan ke Yogyakarta. Ternyata di situlah saya lulus dan awal pertama kali menjadi kader batik," kata Majenah.
Motif yang lahir dari Lubung Batik 2M umumnya terinspirasi dari lingkungan sekitar. Pakis, ukiran kayu, hingga mangrove menjadi sumber ide. “Dari awal membatik itu desain kami itu adalah tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar wilayah kami, yaitu pakis. Pokoknya tumbuh-tumbuhan, kita ambil dari situ dulu. Dan ukiran kayu yang ada di ukiran-ukiran alat parang, kami ambil ukiran di situ,” katanya.
Salah satu motif paling khas adalah Imbaul, campuran dari berbagai inspirasi alam seperti pakis, mangrove, dan ukiran kayu. Warna-warna yang dipakai pun sarat makna: kuning untuk kehormatan, hijau untuk kedamaian, merah untuk keberanian, biru untuk persaudaraan, dan hitam untuk kekuatan.
Dukungan Pemerintah Kota Tarakan
Di balik semangat para pengrajin, ada dukungan nyata dari Pemerintah Kota Tarakan. Bantuan mulai dari legalitas usaha, HAKI, hingga pendampingan promosi membuat karya mereka semakin dikenal luas.
"Mengurus perizinan, HAKI, hingga ajakan untuk ikut pameran, itu sangat-sangat membantu. Bahkan saya sempat berkesempatan tampil di Jakarta Convention Center bersama Bank Indonesia. Itu luar biasa bagi kami,” cerita Anto.
Salah satu momen penting adalah keikutsertaan dalam Parade Wastra Nusantara 2025 di Mall Kota Kasablanka, Jakarta. Event ini mempertemukan karya pengrajin lokal dengan desainer ternama dan pasar yang lebih luas.
"Saya bangga karena produk kami sudah dilirik sama desainer ternama. Bangga banget bisa membawa motif Tarakan untuk konsumen di Jakarta," pungkas Majenah.
Kisah para pengrajin batik Tarakan menunjukkan bahwa melestarikan budaya bisa dilakukan dengan cara kreatif dan relevan dengan zaman. Mereka tak hanya menjaga warisan leluhur, tapi juga membawanya naik kelas hingga bisa bersaing di panggung nasional bahkan global.
Batik Tarakan bukan sekadar kain, melainkan jalinan identitas, sejarah, dan cita-cita masyarakat yang terus hidup di balik setiap helai motifnya.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.
FashionGoodbye Bubble Skirt, Hello Bubble Pants! Tren Baru Runway hingga Street Style 2025
Bubble pants hadir bukan hanya sebagai tren runway, tetapi juga menjelma sebagai gaya street style yang semakin sering terlihat.
FashionBeyoncé, Kendall Jenner, hingga Gigi Hadid Bikin Cowboy Boots Kembali Jadi Tren Fashion 2025
Dengan daya tarik yang tak lekang waktu, cowboy boots kembali membuktikan diri sebagai fashion essential di 2025, ikon gaya yang bisa membawa siapa saja dari rodeo hingga runway, bahkan ke jalan raya dengan percaya diri.
FashionKalau di Indonesia Ada Rojali, Korea Punya Cagongjok, Tren WFC yang Bikin Pemilik Cafe Resah
Siapa sangka di Korea Selatan ada fenomena serupa, hanya saja wujudnya lebih ekstrem. Namanya Cagongjok, singkatan dari café dan gongbu (belajar).
Fashion60 Tahun Inovasi Seiko Diver’s Watch, Dari Lautan Dalam ke Jantung Kota
Seiko menunjukkan bagaimana Diver’s Watch kini menjelma menjadi fashion statement urban.