Terbang Lebih Hijau, Bagaimana Sustainable Aviation Fuel Mengubah Wajah Pengiriman Internasional

Fimela.com, Jakarta Bayangkan jutaan paket melintas di udara setiap harinya. Dari Jakarta menuju Singapura, dari Frankfurt ke New York, bahkan ke pelosok dunia lainnya. Di balik kecepatan luar biasa layanan pengiriman udara internasional, tersimpan satu fakta mencolok. Setiap penerbangan menyumbang emisi karbon yang signifikan ke atmosfer.

Menurut data International Air Transport Association (IATA), penerbangan global menyumbang sekitar 2–3% dari total emisi karbon dunia. Dari jumlah itu, layanan pengiriman udara—yang bergantung sepenuhnya pada pesawat jet berbahan bakar avtur—menjadi penyumbang utama.

Namun, sebuah inovasi baru muncul membawa harapan. Ya! Sustainable Aviation Fuel (SAF). Bahan bakar ramah lingkungan ini mampu memangkas emisi karbon hingga 80% dibanding bahan bakar jet konvensional.

Mengenal Sustainable Aviation Fuel (SAF): Energi Baru di Langit

SAF bukan sekadar “bahan bakar alternatif”, melainkan terobosan besar di dunia penerbangan. SAF adalah bahan bakar yang dirancang agar bisa langsung digunakan pada pesawat komersial modern tanpa perlu modifikasi mesin. Artinya, pesawat yang saat ini terbang di langit dapat menggunakan SAF tanpa perubahan besar pada sistemnya.

Keunggulan SAF terletak pada asal bahan bakunya. Ia dibuat dari sumber daya terbarukan seperti minyak jelantah, limbah pertanian, lemak hewan, hingga limbah kota. Dalam proses pembuatan yang disebut Hydroprocessed Esters and Fatty Acids (HEFA), bahan-bahan tersebut diolah menggunakan hidrogen hingga menghasilkan hidrokarbon yang menyerupai avtur. Ada juga jalur lain seperti Alcohol-to-Jet (AtJ) atau Fischer–Tropsch (FT) yang mengubah biomassa menjadi bahan bakar berkualitas tinggi.

Karena berasal dari bahan yang telah menyerap CO₂ selama masa hidupnya, SAF tidak menambah karbon baru ke atmosfer, menjadikannya solusi nyata untuk penerbangan berkelanjutan.

Meski menjanjikan, tantangan terbesar SAF saat ini adalah biaya. Harga SAF masih sekitar 2 hingga 4 kali lipat lebih mahal dibanding bahan bakar jet konvensional. Jika avtur biasa berada di kisaran US$ 0,64 per liter, SAF dapat mencapai lebih dari US$ 1,77 per liter.

Harga yang tinggi ini disebabkan oleh proses produksi yang kompleks dan keterbatasan pasokan bahan baku. Namun, dengan meningkatnya permintaan dan dukungan dari berbagai pihak, biaya SAF diprediksi akan menurun dalam beberapa tahun ke depan — seiring berkembangnya teknologi dan skala produksi.

Beberapa perusahaan global tidak tinggal diam. DHL Express, perusahaan logistik internasional terkemuka, telah meluncurkan inisiatif GoGreen Plus, yang memungkinkan pelanggan memilih opsi pengiriman dengan SAF untuk menekan jejak karbon.

“Melalui GoGreen Plus, kami menawarkan solusi terukur dan terverifikasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor logistik. Kemitraan ini mencerminkan komitmen bersama kami dalam mendukung target iklim nasional Indonesia serta target net zero DHL Group pada 2050," kata Ahmad Mohamad, Senior Technical Advisor, DHL Express Indonesia.

Menariknya, DHL bermitra dengan United Overseas Bank (UOB) untuk memperluas penggunaan SAF dalam pengiriman internasional mereka. Melalui kerja sama ini, setiap pengiriman lintas negara yang dilakukan UOB menggunakan layanan DHL kini sebagian besar ditenagai oleh SAF. Langkah ini tidak hanya membantu mengurangi emisi karbon hingga ratusan ton CO₂ setiap tahun, tetapi juga menjadi contoh nyata sinergi antara sektor logistik dan perbankan dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan.

Di Indonesia sendiri, kerja sama antara DHL Express Indonesia dan UOB Indonesia juga telah diimplementasikan. Kedua perusahaan berkomitmen untuk menekan emisi karbon dengan menggunakan SAF dalam pengiriman udara internasional — sebuah terobosan yang diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak bisnis mengikuti jejak serupa.

Transformasi menuju penerbangan hijau bukanlah perjalanan singkat. Namun, langkah konkret seperti penggunaan SAF oleh DHL dan UOB menunjukkan bahwa perubahan itu mungkin terjadi — bahkan sekarang. Kolaborasi DHL Express dan UOB turut mencakup GoTrade yang mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan membantu UMKM memahami prosedur kepabeanan dan proses logistik untuk terjun ke perdagangan lintas batas.

“Melalui kolaborasi GoTrade, UOB Indonesia memberdayakan UMKM agar dapat berekspansi ke pasar internasional secara lebih ramah lingkungan. Dengan menghubungkan nasabah kami ke jaringan regional UOB dan keahlian logistik global DHL, kami membuka akses bagi bisnis Indonesia untuk meraih peluang baru, meningkatkan daya saing, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi inklusif di kawasan,” kata Hendra Gunawan President Director UOB Indonesia.

Ketika setiap paket dikirim dengan jejak karbon yang lebih rendah, dunia selangkah lebih dekat menuju masa depan yang lebih bersih. Mungkin suatu hari nanti, semua pesawat kargo dan komersial di dunia akan terbang menggunakan bahan bakar yang tak hanya menggerakkan mesin, tapi juga melindungi bumi.