Belajar dari Nana Mirdad, Ini Alasan Kenapa Sebaiknya Menghindari Belanja Pakai Paylater "In This Economy"

1 day ago 6

Fimela.com, Jakarta Nana Mirdad belum lama ini membagikan pengalaman tak menyenangkan yang dialaminya terkait penggunaan fitur paylater di salah satu aplikasi ojek online. Lewat unggahan Instagram Story pada Sabtu (5/3/2025), istri dari Andrew White ini mengaku mendapat teror dari pihak debt collector yang terus menagih pembayaran. Tak hanya dirinya, bahkan kontak darurat pun turut diancam akan dihubungi oleh si penagih utang.

"Padahal aku nggak ada niat minjam uang sama sekali lho. Tapi perlakuannya bener-bener kayak terjerat pinjol," tulis Nana di salah satu unggahannya.

Bintang sinetron Akulah Arjuna ini pun mengungkapkan bahwa fitur paylater yang awalnya terlihat praktis ternyata menyimpan risiko yang cukup besar. Menurutnya, meskipun fitur paylater dan pinjaman online berada dalam menu berbeda di aplikasi, cara penagihannya bisa sama-sama menekan secara psikologis. “Fitur pinjaman dan paylater itu beda tempatnya di aplikasi, tapi fungsinya ternyata sama aja. Kayaknya kita mesti lebih hati-hati deh,” imbuh aktris berusia 40 tahun tersebut.

Di Balik Ilusi Kemudahan, Ada Tekanan Psikologis

Apa yang dialami Nana Mirdad bukan kasus yang berdiri sendiri. Menurut finance educator Aliyah Natasya, penggunaan fitur paylater memang kerap kali menghadirkan jebakan tak terlihat. Walau tak memberi dana tunai seperti pinjaman online, beban tagihannya bisa menciptakan tekanan mental yang sama beratnya.

“Perasaan terus-menerus ditagih, walaupun itu untuk belanja yang udah lewat, bisa menimbulkan stres, rasa malu, dan kecemasan finansial.  Bahkan, data dari Katadata Insight Center tahun 2023 menunjukkan 62,6% pengguna paylater mengalami kecemasan saat tagihan menumpuk,” ungkap Aliyah saat dihubungi langsung oleh FIMELA (7/5) melalui saluran WhatsApp.

Kemudahan beli sekarang-bayar nanti memang terlihat praktis, tapi sering kali membuat kita lupa bahwa keuangan sehat bukan tentang kemampuan membayar nanti, melainkan soal bisa mengendalikan sekarang.

“Finansial yang sehat itu bukan tentang “bisa bayar nanti”, tapi tentang “tahu batas dan bisa kendalikan sekarang,” kata Aliyah Natasya.

Kenapa Paylater Terasa Menggoda?

Bagi banyak ibu rumah tangga atau keluarga muda, paylater memberikan ilusi ketersediaan dana. Ada perasaan bisa tetap memenuhi kebutuhan atau keinginan, tanpa harus menunggu tanggal gajian. Tapi menurut Aliyah, hal yang sering dilupakan adalah kemampuan membayar ketika jatuh tempo tiba.

“Seringnya orang nggak siap karena nggak punya dana darurat. Akhirnya begitu tagihan datang, jadi panik dan gali lubang tutup lubang,” katanya.

Masalah makin rumit ketika ekonomi sedang tidak stabil. Penghasilan bisa saja turun, tapi tagihan tetap harus dibayar. Di lapangan, Aliyah kerap menemui kasus di mana uang kebutuhan pokok atau pendidikan anak akhirnya dipakai untuk membayar cicilan paylater. Saat itulah, false confidence berubah menjadi ancaman nyata bagi stabilitas keuangan rumah tangga.

Saatnya Kembali ke Cashflow: Hidup Cukup dengan Uang yang Ada

Solusinya? Kembali ke dasar: belanja hanya dengan uang yang benar-benar ada. “Mulailah dari hal paling sederhana, yaitu budgeting. Paksa diri untuk mencatat semua pengeluaran harian selama 30 hari,” saran Aliyah. Dari pencatatan ini, kita bisa mengenali pola konsumsi dan menyesuaikannya dengan penghasilan. Metode 50/30/20 bisa dijadikan panduan awal, dengan membagi pendapatan untuk kebutuhan pokok, gaya hidup, dan tabungan atau cicilan.

Yang tak kalah penting, Aliyah juga menyarankan untuk menonaktifkan akses impulsif selama masa transisi. “Kalau perlu, uninstall aplikasi belanja online dulu. Bukan anti teknologi, tapi ini demi mengembalikan kendali ke tangan kita,” ujarnya.

Prinsip yang Bikin Tenang di Tengah Godaan Konsumtif

Di tengah budaya konsumsi dan tekanan sosial, Aliyah percaya bahwa pengendalian diri bisa dilatih dengan jeda. “Biasakan untuk menunda pembelian selama 3x24 jam. Tanyakan pada diri sendiri: Apakah ini kebutuhan? Apakah sepadan dengan kerja keras saya?” katanya. Ia juga menyarankan untuk menempelkan pengingat visual, seperti sticky note bertuliskan, “Apakah ini sepadan dengan rasa aman finansialmu?” tambah dia.

Mulailah dengan membangun delay habit. Tiap kali ingin beli sesuatu, beri jeda 3x24 jam. Tanyakan: “Apakah ini kebutuhan? Apakah ini sepadan dengan kerja keras saya?” Gunakan reminder visual seperti sticky note di dompet atau notifikasi HP yang bertuliskan “Apakah ini sepadan dengan rasa aman finansialmu?”

Tak kalah penting adalah membangun komunitas dukungan  atau accountability partner, seperti grup ibu-ibu melek finansial atau tantangan no-spend days. Karena menurut Aliyah, keputusan finansial yang baik selalu berangkat dari rasa tenang, bukan dari ketakutan akan ketinggalan.

"Kalau uang saya nggak bisa bikin tidur tenang, artinya saya belum kelola dengan benar,” tutur dia.

Aliyah pun membagikan satu prinsip sederhana yang selalu ia pegang dan tanamkan pada para kliennya, terutama perempuan. “Saya juga selalu punya satu pengingat di HP saya: ‘Barang diskon bisa habis. Tapi rasa aman itu priceless.’ Dan itu yang selalu saya ajarkan ke klien perempuan saya, value diri kita tidak diukur dari barang yang kita beli, tapi dari keputusan yang kita buat," tutupnya.

Karena pada akhirnya, keputusan keuangan yang bijak bukan hanya soal angka, tapi soal menciptakan hidup yang tenang, aman, dan tetap berdaya. Setuju nggak, Sahabat FIMELA?

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Read Entire Article
Lifestyle | Fashion|