Dampak Buruk Fast Fashion Terhadap Bumi, Begini Cara Cerdas Mengurangi Limbah Fashion

1 day ago 11

Fimela.com, Jakarta Hari Bumi 2025 kembali mengingatkan bahwa krisis iklim dan kerusakan lingkungan telah menjadi ancaman nyata bagi kehidupan manusia dan kehidupan perempuan khususnya. Salah satunya di industri fashion yang juga berperan penting dalam pelestarian lingkungan.

Industri tekstil dihadapkan pada dua tren yang kontras, satu fast fashion dengan margin rendah tetapi perputaran tinggi dan tren lainnya adalah tren 'sustainbilty clothing' yang lebih mahal tetapi sadar akan keberlanjutan lingkungan. Industri mode sangat berpangaruh pada landasan budaya dan ekonomi global.

Fast fashion merupakan raksasa produksi massal dan konsumsi cepat. Di sisi lain, mode berkelanjutan muncul sebagai gerakan tandingan, yang mengadvokasi tanggung jawab lingkungan dan praktik etis, meskipun dengan harga yang lebih tinggi daripada fast fashion. Padahal sampah tekstil menyumbang hampir 8 persen emisi karbon global, menjadikannya salah satu segmen ekonomi global yang paling berpolusi.

Melansir mediaindia.eu, selama dekade terakhir, fast fashion didorong oleh beberapa perusahaan Tiongkok dan Eropa, telah merevolusi cara kita berbelanja, menawarkan desain trendi dengan harga murah yang dapat dikenakan dan dibuang oleh konsumen dengan cepat.

Namun, memperlakukan pakaian dengan cara yang sama seperti pembalut sekali pakai memiliki dampak lingkungan yang sangat besar karena selain emisi karbon yang tinggi, industri tekstil juga mengonsumsi banyak air dan pewarna yang digunakan dalam pembuatan pakaian akhirnya mencemari tanah dan air di sekitar pabrik.

Fast Fashion Berdampak Buruk Pada Lingkungan

Limbah yang dihasilkan oleh mode cepat sama mengkhawatirkannya. Setiap kali dicuci, pakaian sintetis melepaskan mikroplastik ke lautan. Praktik ini tidak hanya merusak ekosistem tetapi juga memperburuk perubahan iklim. 

Earth.org menyampaikan setiap tahun, sekitar 92 juta ton limbah tekstil dihasilkan secara global. Jika tren ini berlanjut, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 134 juta ton per tahun pada akhir dekade ini. State of Matter Apparel juga menyampaikan proses pewarnaan dan penyelesaian tekstil menyumbang sekitar 20% dari pencemaran air global, menjadikannya salah satu penyebab utama polusi air.  

Produsen fast fashion kini tidak hanya merilis tren busana untuk dua musim dalam setahun, tetapi juga merilis hingga 52 koleksi mikro per tahun. Padahal dengan adanya pembaruan micro collection, konsumen akan lebih sering membeli pakaian agar tetap mengikuti tren. Tiap helai pakaian hanya digunakan rata-rata tujuh kali sebelum akhirnya tak lagi dikeluarkan dari lemari pakaian.

Masyarakat Dunia Mulai Sadar Akan Sustainability Fashion

Konsumen telah mengalihkan perdebatan dari produsen dan memutuskan sendiri nasib industri dan dua tren yang kontras, kali ini dengan memilih fashion sustainability daripada keuntungan biaya. Pergeseran ke arah pakaian berkelanjutan juga terlihat di India.

“Perusahaan mode cepat harus mencoba menyimpan lebih sedikit persediaan pakaian, terutama yang tidak sedang tren, karena pakaian ini menghabiskan tempat untuk waktu yang lama dan tidak terjual. Perusahaan harus mengumpulkan pakaian untuk didaur ulang dan benar-benar menggunakannya untuk didaur ulang,” kata Gautam Gupta, seorang pelanggan merek mode cepat yang berbasis di Gurgaon kepada Media India Group.

Dengan memperhatikan preferensi konsumen, beberapa produsen telah mengadopsi praktik ‘green’. Berbeda dengan dampak lingkungan dari fast fashion, sustainability fashion menawarkan pendekatan yang lebih cermat. Gerakan ini menekankan bahan yang ramah lingkungan, praktik ketenagakerjaan yang etis, dan model bisnis sirkular seperti berhemat dan mendaur ulang.

Sahib Takkar, Direktur Contemponari, merek busana cepat daring yang mengklaim berupaya keras untuk keberlanjutan, berbagi upayanya untuk mengurangi kerusakan lingkungan. “Saya menggunakan kain organik, sekitar 90 persen berbahan dasar katun atau serat alami, dan sebisa mungkin menghindari bahan sintetis. Kami menggunakan panel surya untuk memberi daya pada mesin bordir kami. Kami juga memiliki sistem yang mendaur ulang air limbah dari proses pewarnaan dan pencetakan,” kata Takkar

Cara Mengurangi Fast Fashion

Sementara brand fashion memainkan peran penting dalam mempromosikan keberlanjutan, konsumen memegang kekuatan signifikan untuk mendorong perubahan. Mencuci pakaian lebih jarang, menggunakan siklus air dingin, dan menjemurnya di bawah sinar matahari dapat mengurangi emisi karbon hingga lebih dari setengahnya. Dengan kebiasaan ini, individu dapat berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan.

“Berada di industri garmen dan ruang mode cepat, tidak mungkin untuk menghindari poliester sepenuhnya. Namun, langkah-langkah bertahap, seperti pengadaan kain organik bersertifikat dan pengurangan limbah, dapat membuka jalan bagi reformasi industri yang lebih luas,” kata Takkar.

Gupta menekankan pentingnya inovasi dalam manajemen inventaris untuk meminimalkan produksi berlebih dan limbah. “Dalam upaya menciptakan tren mode baru, perusahaan cenderung membuang banyak pakaian,” tambahnya.

Sebagai salah satu upaya mengurangi dampak negatif dari produksi tekstil, hasil penelitian McKinsey menunjukkan bahwa pakaian yang digunakan dua kali lipat lebih lama akan mengurangi 44% emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh industri tekstil. Hal ini diikuti oleh para produsen fashion yang mulai mengambil langkah dalam melanggengkan penggunaan pakaian sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca.

9 Cara Mengurangi Limbah Fashion

Kini, siklus daur ulang pengelolaan sampah yang awalnya dikenal dengan 3R (reduce - reuse - recycle), dalam ekonomi Sirkular telah diuraikan lebih jauh menjadi 9R, yaitu Refuse - Rethink - Reduce - Reuse - Repair - Refurbish - Remanufacture - Repurpose - Recycle - Recovery, yang penerapannya dalam fashion Sirkular dapat dicontohkan sebagai berikut:

Refuse: Memaksimalkan padu padan setiap helai pakaian yang ada di lemari tanpa membeli pakaian baru. Konsep ini dikenal dengan istilah capsule wardrobe.

Rethink: Menyewakan pakaian yang masih sangat layak atau jarang digunakan, misalnya baju pengantin, gaun pesta, setelan tuksedo, dan sebagainya. Situs www.styletheory.co misalnya, menghadirkan layanan berlangganan sewa berbagai jenis pakaian untuk memperpanjang daya guna pakaian.

Reduce: Memilih produk fashion dengan bahan alami untuk mengurangi kandungan bahan kimia berbahaya pada limbah tekstil yang dihasilkan dalam proses produksi.

Reuse: Memilih barang-barang secondhand dengan thrifting.

Repair: Memperbaiki kondisi pakaian yang kita miliki, misal memasang kembali kancing yang lepas, mengganti resleting yang rusak, atau memperbaiki jahitan yang terlepas.

Refurbished: Memanfaatkan pakaian-pakaian yang sudah usang atau kotor dengan menambahkan bordir atau sulaman untuk menutupi noda yang tidak bisa hilang dan menisik celana jeans yang sobek.

Remanufacture: Memanfaatkan bagian-bagian tertentu dari suatu pakaian yang masih layak dan memadukannya dengan pakaian lain untuk mendapatkan gaya yang benar-benar baru, misalnya kerah baju tartan dijahitkan pada bagian leher kaos putih polos.

Repurpose: Mengubah fungsi suatu pakaian, misalnya mengubah celana jeans menjadi rok midi, membuat selimut patchwork dari potongan-potongan pakaian, dan membuat boneka-boneka kecil dari kaos kaki.

Recycle: Memilah pakaian secara berkala kemudian pakaian yang sudah dipilah didonasikan ke recycle box Recovery: Memulihkan energi dari limbah dan material pakaian yang tersisa menggunakan berbagai macam teknologi waste-to-energy

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Anisha Saktian Putri

    Author

    Anisha Saktian Putri
Read Entire Article
Lifestyle | Fashion|