Fimela.com, Jakarta Kekhawatiran menjadi hal yang begitu akrab menyelimuti perasaan Handri di tengah aksi demonstrasi massa pada Kamis (28/8/2025) di depan kantor DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta. Bagaimana tidak? Sang ibu tak kunjung pulang di tengah pecahnya aksi demonstrasi massa.
Handri membagikan rasa khawatirnya yang menuai diskusi hangat media sosial. Ia mencari sang ibu dengan ciri-ciri berkerudung pink sembari mengunggah potret sang ibu di tengah kerumunan demo yang tertangkap kamera media. Dari beberapa potret yang diunggahnya, Handri menyaksikan sang ibu dengan gagah berani mengibaskan tongkat yang dililit bendera merah putih di depan barisan polisi bersenjata lengkap.
Melihat keberanian sang ibu berhadapan dengan aparat menimbulkan perasaan bangga bercampur cemas. Mengingat aksi demonstrasi yang berubah menjadi aksi anarkis antara demonstran dan aparat. Sementara sang ibu berada di antara kerumuman demonstran. Bukan tak mungkin jika sang ibu berkerudung bisa menjadi korban dari aksi anarkis tersebut.
Beruntung, sang ibu tiba di rumah saat hujan mengguyur area Jakarta. Tepat sebelumnya aksi pembakaran dan perseteruan demonstran dengan aparat merembet ke berbagai daerah di Jakarta.
Aksi heroik ibu berkerudung pink adalah satu dari sekian banyak ibu-ibu yang turut melampiaskan amarahnya kepada pemerintah dan aparat. Ada pula ibu-ibu berkerudung biru ungu yang tampak adu mulut dengan petugas kepolisian sebagai ungkap kekesalannya atas ricuhnya aksi demonstrasi.
Aksi heroik pada ibu
Di lain titik, ada begitu banyak ibu-ibu yang meluapkan kemarahannya pada aparat yang bertugas. Tembakan gas air mata yang bertubi-tubi di daerah perumahan membuat anak-anak mereka mengalami sesak napas. Turut membuat para ibu yang tinggal di rumah ikut geram. Menjerit histeris melihat sang anak terkena dampak dari aksi anarkis antara demonstran dan aparat.
Kemunculan aksi heroik para ibu di tengah aksi demonstasi massa bukanlah kebetulan. Bukanlah aksi yang diatur hanya demi meraih eksistensi. Melainkan aksi organik yang didasari oleh naluri keibuan yang kuat untuk melindungi para demonstran, yang sepantar dengan anaknya.
"Ketika seorang ibu menyadari anaknya berada dalam bahaya, baik secara langsung maupun melalui ketidakadilan dalam sistem hukum, naluri ini dapat mengalahkan rasa takutnya terhadap otoritas dan mendorongnya untuk bertindak," kata para peneliti dari Champalimaud Center in Portugal.
Sebuah tim yang dipimpin oleh ahli saraf dari Champalimaud Centre for the Unknown, di Lisbon, Portugal, telah menemukan bahwa perubahan radikal dalam perilaku orangtua (dari membela diri menjadi membela anak-anak mereka) bergantung pada aksi yang disebut "hormon cinta", oksitosin, pada neuron amigdala, struktur otak spesifik yang dikenal karena peran krusialnya dalam memproses reaksi emosional.
Oksitosin bertanggung jawab atas ikatan antara ibu dan anak-anak mereka, dan dalam hubungan pasangan. Efeknya belum dipahami dengan baik namun oksitosin kemungkinan memiliki banyak fungsi, sehingga sulit dipahami.
Batin yang tergugah di balik aksi heroik
Ada beberapa pendorong psikologis dan emosional yang menjelaskan di balik keberanian seorang ibu melawan aparat.
Naluri "Mama Bear"
Impuls psikologis yang kuat ini merupakan respons protektif alami seorang ibu terhadap ancaman terhadap anaknya. Studi telah menunjukkan bahwa naluri protektif ini "terprogram" secara neurologis dan dapat menyebabkan para ibu menghadapi bahaya yang dirasakan, bahkan jika itu berarti mempertaruhkan keselamatan mereka sendiri.
Kesedihan yang mendalam dan keinginan untuk keadilan
Ketika para ibu kehilangan seorang anak karena kekerasan atau pelanggaran polisi, kesedihan mendalam mereka seringkali tersalurkan menjadi keinginan yang tak henti-hentinya untuk keadilan dan perubahan sistemik. Organisasi seperti Mothers Against Police Brutality (MAPB) didirikan berdasarkan prinsip ini, ketika para perempuan yang anak-anaknya dibunuh oleh aparat penegak hukum bersatu untuk menuntut akuntabilitas dan reformasi. Menjelaskan kemarahan ibu berkerudung pink yang memuncak ketika aparat berperilaku anarkis pada demonstran yang menyuarakan aspirasi mereka.
Beralih dari kesedihan pribadi ke aktivisme komunitas
Bagi banyak ibu, insiden tragis yang menimpa anak mereka memperluas fokus mereka dari perjuangan pribadi menjadi perjuangan yang lebih luas melawan ketidaksetaraan rasial dan sosial. "Keibuan aktivis" ini merupakan transisi yang kuat dari pinggiran peran ibu ke pusat gerakan sosial, menantang devaluasi kehidupan anak-anak mereka.
Memperjuangkan akuntabilitas
Para ibu sering kali merasakan ketidakpuasan yang mendalam terhadap penanganan kasus-kasus yang melibatkan anak-anak mereka oleh polisi dan menggunakan keberanian mereka untuk menuntut akuntabilitas. Dalam konteks aksi demonstrasi massa yang belakangan terjadi, banyak ibu yang merasa kecewa dan tidak puas dengan cara aparat menangani aksi demonstrasi tersebut. Seperti dilakukan ibu berkerudung pink dan para ibu lainnya yang tak ragu berteriak di depan wajah aparat bersenjata lengkap.
Dear para ibu, kamu adalah pahlawanku. Kamu adalah panutanku. Terima kasih atas segala cinta yang nyata
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.