Fimela.com, Jakarta Cerminan kekayaan alam Indonesia yang begitu indah ada di Tanjung Kelayang Reserve. Hanya satu jam dari Jakarta, kamu akan sampai di sebuah oase yang menyejukkan jiwa dan raga. Membentang lebih dari 350 hektar, Tanjung Kelayang Reserve menjadi bagian dari UNESCO Global Geopark dengan lebih dari separuh kawasannya berupa lahan lindung.
Tidak hanya memanjakan mata, luasnya area lahan lindung di Tanjung Kelayang Reserve membuat paru-paru terasa lebih ringan saat menghirup udara yang begitu sejuk. Sebagai kawasan hutan lindung, Tanjung Kelayang Reserve turut memastikan kelestarian habitat asli bagi setiap flora dan fauna yang tinggal. Pengalaman hidup berdampingan dengan alam tidak hanya dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar melainkan bagi siapapun yang berkunjung.
Terinspirasi dari teori Blue Mind oleh ahli biologi kelautan Wallace J. Nichols, yang mengkaji efek menenangkan air terhadap psikis manusia, Tanjung Kelayang Reserve menjadi tempat pelarian yang memadukan keindahan alam dengan ketenangan batin. Kamu akan mendapati air laut yang begitu jernih, teluk-teluk tersembunyi yang wajib dijelajahi, hingga menengok rumah bagi spesies langka yang asri.
Pengalaman ini pula yang Fimela rasakan selama tiga hari dua malam berada di Pulau Belitung yang terkenal akan keindahan pasir putih dan formasi granit yang memesona. Keindahan alam yang memanjakan mata sukses bikin jatuh cinta. Penasaran seperti apa keseruannya?
1. Island Hoping
Tanjung Kelayang Reserve dikelilingi oleh gugusan 15 pulau yang hidup dengan ritme dan peran uniknya masing-masing. Sehingga Island Hoping jadi salah satu aktivitas terbaik untuk bisa menikmati keindahan setiap pulau. Island Hoping dilakukan jelang matahari terbenam yang menyajikan pemandangan sang fajar memasuki peraduannya.
Menaiki sebuah kapal kayu milik Tanjung Kelayang Reserve, Fimela tiba di sebuah pulau bernama Pulau Tukong. Pulau ini didominasi oleh tebing karang yang tinggi dengan alur tangga yang akan membawa kita ke puncak tebing. Sekilas perjalanan menuju puncak terlihat ekstrem dan penuh tantangan. Namun begitu sampai di atas, kamu akan disapa oleh hamparan laut lepas yang indah dengan penampakan Mercusuar Pulau Lengkuas yang dibangun pada 1882 oleh pemerintah kolonial Belanda di sebrang pulau.
Tidak hanya sekadar menikmati pemandangan indah, di puncak Pulau Tukong, sudah tersaji kudapan Afternoon Tea yang menjadi teman untuk menikmati desiran angin Belitung dan indahnya matahari terbenam. Menu afternoon tea yang disajikan dibuat sedekat mungkin dengan kearifan lokal. Di antaranya, dadar gulung, klepon, mini sandwich, scone, dan masih banyak lagi. Tak ketinggalan ice tea dan ice americano bisa kamu nikmati sepuasnya selama berada di Pulau Tukong.
2. Snorkeling
Keindahan bawah laut Pulau Belitong memang menjadi sebuah daya tarik tersendiri. Oleh karena itu, tak lengkap rasanya jika tidak melihat keindahannya secara langsung dengan snorkeling. Snorkeling yang harusnya dilakukan di pagi hari, harus ditunda akibat cuaca buruk. Namun serunya snorkeling di Belitung masih tetap kami rasakan di sore hari dengan hamparan langit yang biru beriringan dengan matahari yang bersahabat.
Kembali menaiki kapal yang sama, kami dibawa menuju titik snokerling yang sudah ditentukan sembari mengenakan perlengkapan snorkeling yang telah disiapkan. Hati berdegub begitu kencang di detik-detik sebelum tiba di lokasi snorkeling. Begitu sampai di titik snorkeling, deguban jantung semakin kencang namun kami harus turun perlahan menuruni anak tangga yang berakhir di perairan.
Rasa deg-degan berganti menyenangkan ketika mata berlapis kacamata renang tercelup ke dalam air laut. Bagaimana tidak? Pemandangan bawah laut yang begitu cantik sukses menghipnotis dan mengalahkan rasa takut yang tadinya mendominasi. Sembari terayun gelombang air laut yang landai, kamu bisa menikmati hamparan terumbu karang warna-warni yang begitu cantik. Bahkan sesekali bisa melihat aktivitas warga terumbu karang dari atas yang tak kalah cantik.
Gimana? Tertarik coba?
3. Whistle Trail
Selain keindahan bawah laut, Tanjung Kelayang Reserve turut meliputi area konservasi bagi sejumlah flora dan fauna langka. Untuk bisa dinikmati sekaligus memberikan edukasi kepada pengunjung, Tanjung Kelayang Reserve mengajak setiap pengunjung untuk mengikuti Whistle Trail
Di sepanjang Whistle Trail, jalur yang dirancang melewati habitat flora dan fauna langka, para tamu diajak untuk melangkah perlahan, mendengarkan dengan saksama, dan melihat dengan sudut pandang baru. Kami sendiri dibuat takjub bagaimana cara alam bekerja menciptakan sebuah ekosistem yang seimbang untuk semua peran dalam siklus rantai makanan.
Berada di dalam tengah hutan pelepak, kamu akan mendengar kicauan burung Whistle (burung peluit) yang samar namun nyata. Demi memaksimalkan keseimbangan ekosistem, Tanjung Kelayang Reserve bersama warga sekitar melepasliarkan trenggiling Sunda. Mereka tinggal secara liar di dalam kawasan bermodalkan insting hewani yang semestinya.
Mengakhiri sesi Whistle Trail, kami diajak untuk menanam Pohon Pelepak yang kini terancam punah. Ini menjadi sebuah tindakan pemulihan yang akan berdampak lintas generasi. Ini bukan sekadar pengalaman; ini adalah kontribusi nyata dalam kisah yang terus tumbuh.
Melalui program Give Back Rewilding, para tamu diajak untuk mengimbangi jejak karbon mereka secara bermakna, seperti memulihkan terumbu karang dan menanam kembali hutan-hutan asli. Setiap aksi, sekecil apa pun, menjadi ungkapan kepedulian yang lembut—sebuah nada sunyi dalam simfoni alam yang terus mengalun.
Tarsier Watching
Pulau Belitung memiliki hewan endemik yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara. Adalah tarsius Belitong yang memiliki ukuran sangat kecil. Fimela pun berkesempatan menengok penghuni asli Pulau Belitung ini di kawasan Bukit Peramun yang diberdayakan oleh warga setempat.
Secara swadaya, pengelola kawasan memaksimalkan potensi wisata di Bukit Peramun dengan tetap mempertahankan habitat asli hewan langka yang tinggal. Menggandeng anak muda membuat Bukit Peramun dinobatkan sebagai hutan digital pertama di Indonesia.
Para pengelola Bukit Peramun membuat sebuah ekosistem digital akan wisatawan mendapat segala informasi yang dibutuhkan sebelum bahkan selama kunjungan. Memanfaatkan teknologi AI dalam ekosistem digitalnya membuat Bukit Peramun kini menjadi hutan yang informatif bagi siapapun yang berkunjung.
Sesi Tarsier Watching menjadi salah satu sesi yang ditawarkan oleh Bukit Peramun. Dimulai jelang matahari tenggelam, kamu akan dibawa trekking ke puncak bukit untuk menikmati indahnya sunset, ditemani dengan sajian afternoon tea khas masyarakat lokal. Malam menjelang, para penjaga hutan kemudian akan mencari lokasi tarsius berada. Di samping itu, penjaga hutan memastikan pengunjung tidak gaduh sehingga tarsius tidak merasa terganggu dengan kehadiran para tamu yang ingin menengoknya.
Beruntung, Fimela bertemu seekor tarsius dewasa yang sedang berpegangan di sebuah dahan pohon. Perlahan tapi pasti, kami mendekatinya dengan minim suara sehingga tarsius tidak merasa terganggu. Selama kurang lebih 10 menit, kami menyaksikan betapa menggemaskannya makhluk mungil ini dan tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika habitatnya dirusak manusia.
Keindahan alam yang harus dijaga
Perjalanan tiga hari dua malam ini sukses membuka perspektif Fimela semakin luas. Keindahan alam yang kita lihat saat ini akan sirna jika dibarengi dengan keseimbangan ekosistem yang harus dijaga. Sebagai manusia yang berakal memiliki kemampuan lebih untuk menjaga keseimbangan alam yang memberikan banyak manfaat bagi setiap makhluk hidup yang tinggal. Termasuk manusia itu sendiri.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.