Fimela.com, Jakarta Untuk pertama kalinya, generasi muda seperti Gen Z mengalami kondisi yang menegangkan di momen adanya demonstrasi besar-besaran menuntut penghapusan tunjangan DPR RI. Sejak tanggal 28 Agustus 2025 hingga saat ini pun masih banyak pemberitaan mengenai demo di berbagai media sosial.
Demonstrasi saat ini berlangsung di era internet, di mana arus informasi dan berita begitu deras, sangat berbeda dengan demonstrasi terdahulu yang lebih terbatas jangkauan beritanya seperti demo di tahun 1998. Gen Z pun melihat banyaknya masa turun ke jalan, dunia digital juga dibanjiri beragam informasi.
Hingga saat ini Gen Z terus melihat sosial media dan mendapat updatan terkini mengenai demo, apalagi demonstrasi diwarnai bentrokan, korban, atau pergerakan massa.
Beberapa artis gen Z seperti Syifa Hadju, Tissa Biani, hingga Shenina Cinnamon juga turut speak up mengenai situasi Indonesia saat ini. Meski belum terlihat turun ke jalan untuk demonstrasi, namun mereka menyuarkan pandangannya melalui sosial media yang akan dilihat oleh pengikutnya yang cukup banyak.
Misalnya saja Syifa Hadju repost mengenai 17+8 yang merupakan tuntutan masyarakat kepada pemerintah. Sedangkan, Shenina Cinnamon repost mengenai Jangan Sampai Indonesia Darurat Militer.
Sementara, Tissa Biani mengunggah tulisan hijau dengan latar pink bertuliskan “Buktikan Suara Rakyat Didengar, Trust Is Earned Not Given” di feed media sosialnya.
Namun, perlu diperhatikan situasi ini bisa jadi pengalaman traumatis terutama bagi Gen Z yang baru saja merasakan kondisi ini. Banjir informasi seperti saat ini rentan memicu dampak psikologis seperti doomscrolling atau infodemic anxiety dengan efek kecemasan, insomnia, rasa tidak aman meski tidak ada di lokasi. Lalu apa itu doomscrolling atau infodemic anxiety?
Doomscrolling Bisa Picu Kecemasaan
Istilah "doomscrolling" dicetuskan pada tahun 2020 dan menjadi populer selama pandemi COVID-19, ketika kebutuhan untuk mengakses informasi dan berita terbaru berada pada titik tertinggi sepanjang masa.
Selama keadaan darurat global atau nasional, seperti bencana alam atau krisis kesehatan, seringkali sulit untuk melepaskan diri dari siklus berita yang terus-menerus. Kalian mungkin khawatir akan ketinggalan pengumuman penting, atau mungkin merasa lebih terkendali dengan mengonsumsi berita sebanyak mungkin.
Melansir Healthline, penelitian telah menemukan bahwa doomscrolling, tanpa diduga, dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisikmu. Ini mungkin sesuatu yang lakukan secara tidak sadar pada awalnya saat meraih ponsel, tetapi seiring waktu, ini dapat menjadi kebiasaan yang kompulsif dan berbahaya.
Doomscrolling merupana tindakan kompulsif menonton berita negatif daring, terutama di platform media sosial, yang memudahkan kita mengonsumsi informasi dalam jumlah besar hanya dengan sekali klik.
Hal ini seringkali dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan kesejahteraan Anda serta menyebabkan perasaan cemas, tertekan, atau tidak pasti. Dengan kata lain, hal ini dapat menciptakan perasaan "akan datangnya malapetaka".
Sebuah tinjauan pustaka tahun 2021 menyoroti bahwa selama COVID-19, banyak orang mengubah perilaku mereka terkait penggunaan teknologi. Mereka mulai sering begadang dan mencari gejala serta kasus baru secara daring.
Penulis tinjauan juga mencatat bahwa kebutuhan untuk mengisi kesenjangan informasi dapat memengaruhi doomscrolling. Misalnya, menemukan suatu informasi dapat menyebabkan pencarian lebih lanjut di berbagai platform digital untuk mengonfirmasi atau mengembangkan informasi awal.
Doomscrolling dapat menciptakan siklus toksik dalam mengkonsumsi dan mengkonfirmasi berita serta informasi negatif. Hal ini dapat menyebabkan kompulsi dan membuatnya sulit untuk dihentikan. Sebuah studi tahun 2024 mengevaluasi dampak psikologis doomscrolling di Amerika Serikat dan Iran.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku seputar paparan media dapat secara signifikan memengaruhi kesehatan mental dan mengakibatkan kecemasan eksistensial serta meningkatnya pandangan pesimis terhadap dunia. Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2023, yang mengevaluasi dampak doomscrolling pada korban selamat di Turki setelah dua gempa bumi, menunjukkan bahwa kebiasaan tersebut dapat meningkatkan tingkat depresi dan stres.
Doomscrolling juga dapat memengaruhi kesehatan fisik dan menyebabkan sakit kepala, nafsu makan berkurang, ketegangan ototnyeri leher dan bahu, susah tidur.Mencoba untuk terus-menerus mendapatkan informasi daring dapat membuat merasa terlalu terstimulasi dan meningkatkan kecemasan. Hal ini dapat berarti menghabiskan lebih banyak waktu dalam keadaan waspada atau panik.
Sebuah artikel berita dari American Psychological Association baru-baru ini menyoroti penelitian yang menunjukkan bahwa perilaku ini dapat mengakibatkan pelepasan sedikit dopamin, suatu zat kimia di otak yang memicu perasaan senang. Hal ini juga dapat meningkatkan motivasi dan mendorong untuk menyerap informasi lebih lanjut.
Bisa Terjadi Infodemic Anxiety
Gen Z terbiasa hidup di dunia digital jadi “over-exposed”. Akhirnya muncul infodemic anxiety memiliki rasa cemas karena tidak tahu mana yang benar, takut salah bertindak, tapi juga takut ketinggalan informasi penting.
Menurut WHO, infodemic adalah banjir informasi baik yang benar maupun yang salah yang terjadi selama krisis kesehatan, membuat masyarakat sulit menemukan sumber terpercaya dan panduan yang akurat. Kondisi ini dapat menimbulkan kebingungan, perilaku berisiko, serta menurunkan kepercayaan terhadap lembaga kesehatan.
Melansir WHO dan JMIR Publications, ciri–Ciri Infodemic Anxiety
Cyberchondria atau kelebihan kecemasan kesehatan lewat internet
Contohnya: bertanya-tanya tentang sakit ringan dan malah merasa takut mengidap penyakit berat setelah membaca artikel online .
Overload informasi (kelebihan informasi) dan kesulitan memilih konten terpercaya
Banyaknya informasi—terkadang saling bertentangan—menyebabkan kebingungan dan stres psikologis.
Tingkat kecemasan lebih tinggi ketika informasi yang diterima tidak jelas atau tidak konsisten
Informasi yang tumpang tindih atau belum terverifikasi justru memicu rasa panik dan ketidakpastian.
Dalam literatur penelitian, infodemic memperparah overuse layanan kesehatan, cyberchondria (kecemasan berlebihan terhadap kondisi kesehatan berdasarkan pencarian online), dan kecemasan secara umum.
Cara Menghentikan Doomscrolling dan Infodemic Anxiety
Doomscrolling sering kali menciptakan rasa kendali yang salah dan membuatmu mengabaikan isyarat internal bahwa suatu tindakan tertentu menyebabkan kerugian. Menerima banyak berita, baik positif maupun negatif, juga dapat membuatmu tidak punya cukup waktu untuk memproses apa yang telah terjadi.
Jika terus-menerus menggulir umpan media sosial atau aplikasi berita, mungkin saatnya mempertimbangkan untuk menambahkan beberapa strategi berikut ke dalam rutinitas harian:
Menggunakan batas waktu: Menetapkan batas waktu dapat membantumu lebih memperhatikan berapa lama menghabiskan waktu untuk mengakses informasi daring. Sebagian besar ponsel pintar memiliki fungsi yang memungkinkan memilih berapa banyak waktu yang ingin habiskan setiap hari di suatu aplikasi. Jika melebihi batas, aplikasi akan terkunci dan memerlukan kode untuk melanjutkan. Meluangkan waktu untuk membuka kunci aplikasi terkadang cukup untuk menghindari kebutuhan untuk memeriksanya.
Menghapus aplikasi berita: Terkadang, menghapus aplikasi berita bisa lebih mudah. Hal ini dapat menghilangkan keinginan untuk membuka ponsel dan mempermudah untuk mempertahankan batasan.
Menggunakan batas waktu: Menetapkan batas waktu dapat membantumu lebih memperhatikan berapa lama menghabiskan waktu untuk mengakses informasi daring. Sebagian besar ponsel pintar memiliki fungsi yang memungkinkan memilih berapa banyak waktu yang ingin habiskan setiap hari di suatu aplikasi. Jika melebihi batas, aplikasi akan terkunci dan memerlukan kode untuk melanjutkan. Meluangkan waktu untuk membuka kunci aplikasi terkadang cukup untuk menghindari kebutuhan untuk memeriksanya.
Menghapus aplikasi berita: Terkadang, menghapus aplikasi berita bisa lebih mudah. Hal ini dapat menghilangkan keinginan untuk membuka ponsel dan mempermudah untuk mempertahankan batasan.
Meminta bantuan orang-orang terkasih: Meminta orang-orang yang tinggal bersama atau sering menghabiskan waktu bersama Anda untuk mengingatkan agar berhenti dari siklus berita harian dapat membantu. Mungkin tidak menyadari berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk membaca berita negatif. Orang terkasih dapat membantu mengenali perilaku tersebut saat muncul.
Mempertimbangkan untuk rehat sejenak dari teknologi: Jika merasa metode yang disebutkan sebelumnya tidak membantu dan tidak dapat berhenti membaca berita negatif, pertimbangkan untuk rehat sejenak dari teknologi. Mengingatkan diri sendiri bahwa menjauh demi kesehatan dapat membantu. Jika khawatir akan kehilangan sesuatu yang penting, pertimbangkan untuk meminta teman atau anggota keluarga untuk memberi tahu tentang informasi penting apa pun.
Jika membaca berita negatif memengaruhi kesehatan mental atau fisik dan tidak dapat berhenti, mungkin sudah waktunya untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional. Mereka dapat memberikan dukungan dan merekomendasikan strategi penanganan untuk membantu mengonsumsi berita dengan cara yang sehat.
Kelola infodemic dengan pendekatan berbasis risiko dan bukti termasuk mendengarkan kekhawatiran masyarakat, membangun kepercayaan dengan komunikasi yang jelas, dan memberdayakan masyarakat dalam memilih informasi. Penggunaan AI, NLP, dan machine learning untuk mendeteksi hoaks atau profil palsu di internet.
Pemerintah dan pakar kesehatan harus menyampaikan informasi secara transparan dan konsisten agar membangun kepercayaan masyarakat. Edukasi masyarakat agar dapat memilih informasi berdasarkan kredibilitas, dan menghindari penyebaran konten tanpa verifikasi.
Baca berita sekali atau dua kali sehari, bukan terus menerus scroll tanpa henti. Tambahkan aktivitas positif sebagai distraksi sehat—misalnya jalan, hobi, atau interaksi sosial secara offline
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.