Fimela.com, Jakarta Kementerian Pariwisata (Kemenpar) bersama Asosiasi Manajer SDM Hotel Indonesia (AMSIH), ELSA Speak, dan Paradigm resmi menggelar Hospitality Forum 2025 di Pan Pacific Jakarta, pada tanggal 5 Juli lalu. Forum ini mempertemukan lebih dari 50 pemimpin HR dari jaringan hotel ternama di Indonesia seperti Accor, Hyatt, Hilton, Morrissey, dengan satu tujuan bersama untuk mendorong transformasi sistem pembelajaran di sektor perhotelan melalui teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk menghadirkan layanan kelas dunia.
Transformasi ini bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan strategis. Berdasarkan data dari Kemenpar, Indonesia tengah memasuki fase pertumbuhan pariwisata yang signifikan, dengan target 25,75 juta tenaga kerja di sektor pariwisata pada 2025 serta peningkatan kontribusi industri ini terhadap PDB nasional hingga 4,6%.1 Namun, peningkatan kualitas layanan tidak mungkin tercapai tanpa intervensi serius dalam peningkatan kapabilitas sumber daya manusia.
Sistem pelatihan berkelanjutan
Masih banyak hotel di Indonesia yang belum memiliki sistem pelatihan berkelanjutan yang sesuai dengan tantangan zaman. Survei yang dilakukan terhadap peserta forum mengungkapkan bahwa 94,4% hotel belum pernah melaksanakan pelatihan hyper personalized berbasis AI, sementara 44,4% pemimpin HR menyebut variasi kemampuan bahasa Inggris antar karyawan sebagai tantangan terbesar. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa sektor hospitality membutuhkan pendekatan baru yang lebih adaptif, terukur, dan kontekstual.
Hospitality Forum 2025 juga menjadi momentum awal bagi AMSIH untuk mengambil peran lebih strategis sebagai penggerak transformasi SDM perhotelan di Indonesia. Melalui kolaborasi dengan pemerintah, asosiasi, dan pelaku teknologi edukasi, AMSIH berkomitmen untuk menjadikan forum ini sebagai agenda rutin tahunan yang tidak hanya menjadi ruang diskusi, tetapi juga penggerak perubahan nyata di lapangan.
Dalam sambutannya, perwakilan dari Kemenpar menegaskan bahwa peningkatan kualitas SDM merupakan prioritas dalam agenda transformasi pariwisata nasional. Menurutnya, Indonesia tidak hanya membutuhkan destinasi yang indah, tetapi juga pengalaman layanan yang autentik, inklusif, dan berstandar internasional. Hal itu hanya dapat dicapai jika kompetensi komunikasi para pelaku industri meningkat secara merata.
Pendekatan yang mampu menjawab tantangan tersebut
ELSA Speak, perusahaan teknologi pembelajaran berbasis AI, memperkenalkan pendekatan yang mampu menjawab tantangan tersebut. Melalui platform yang dirancang khusus untuk hospitality, ELSA memungkinkan pembelajaran bahasa Inggris yang personal, efisien, dan relevan dengan kebutuhan operasional hotel. ELSA telah bekerja sama dengan berbagai grup hotel dan properti perhotelan ternama di Indonesia, termasuk Apurva Kempinski Bali, Vasa Hotel Surabaya, dan Nusa Dua Beach Hotel.
Berdasarkan implementasi di industri perhotelan, teknologi ELSA telah menunjukkan hasil yang konkret: adanya 19% peningkatan skor English Proficiency Score (EPS) hanya dalam waktu tiga bulan - setara dengan lompatan 2–3 level kemampuan berbahasa Inggris, dari Intermediate ke Advanced. Peningkatan ini didukung oleh keterlibatan mingguan peserta hingga 92%, dengan durasi belajar harian yang sangat efisien, yakni hanya 10–13 menit per hari, bahkan melampaui rata-rata industri yang berada di kisaran 5–10 menit.
Menurut Yasser Muhammad Syaiful, Managing Director ELSA Speak Indonesia, AI bukan sekadar alat bantu, tetapi solusi strategis untuk mengatasi kendala waktu, anggaran, dan motivasi dalam pelatihan karyawan. “Dengan teknologi yang tepat, kita tidak hanya melatih keterampilan bahasa yang personalized, tetapi juga membangun budaya pembelajaran yang judge-free, lebih sustainable dan berdampak pada bisnis,” ujarnya.
Forum ini juga mengangkat perbandingan antara praktik pelatihan di hotel lokal dan jaringan internasional. Berdasarkan data Deloitte dan PHRI, perusahaan global seperti Marriott dan Hilton mengalokasikan hingga 2,8–3% dari payroll mereka untuk pengembangan talenta. Sementara itu, hotel lokal di Indonesia masih berada di kisaran 0,5–1%. Kesenjangan ini bukan hanya mencerminkan perbedaan kapasitas finansial, tetapi juga mindset terhadap pentingnya investasi jangka panjang dalam pengembangan SDM.
Peggy Putri, Co-founder Paradigm menyampaikan bahwa membentuk tim kelas dunia bukan sekadar soal skala bisnis, melainkan soal siapa yang memiliki sistem, komitmen, dan kemauan untuk tumbuh bersama timnya. Menurutnya, pendekatan blended learning yang menggabungkan pelatihan tatap muka, microlearning, simulasi, dan teknologi AI dapat menjadi solusi jangka panjang untuk membangun budaya belajar yang relevan dan berkelanjutan.
Dengan dukungan lintas sektor yang semakin kuat, forum ini membuktikan bahwa transformasi sektor perhotelan Indonesia tidak lagi menjadi wacana. Ia sedang berlangsung, dipimpin oleh mereka yang berani mengambil langkah pertama.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.