Mengapa Tren Menurunnya Belanja Online Terjadi di Tengah Digitalisasi?

1 month ago 17

ringkasan

  • Kunjungan ke e-commerce besar dan rata-rata pengeluaran per konsumen menunjukkan penurunan, mengindikasikan pergeseran dalam pola belanja daring di Indonesia.
  • Fenomena ini disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat, peningkatan biaya administrasi marketplace, serta pergeseran preferensi konsumen ke pengalaman belanja luring setelah pandemi.
  • Bazaar dan acara luring menjadi solusi efektif bagi UMKM untuk menjangkau konsumen secara langsung, menawarkan pengalaman personal, dan meningkatkan brand awareness di tengah tantangan belanja online.

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, fenomena menarik tengah terjadi di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Meskipun aktivitas daring semakin masif, terdapat indikasi bahwa tren menurunnya belanja online mulai terlihat dalam beberapa aspek penting.

Data menunjukkan adanya penurunan kunjungan ke situs e-commerce besar serta berkurangnya rata-rata pengeluaran per konsumen. Hal ini memicu pertanyaan besar: mengapa hal ini terjadi di saat digitalisasi seharusnya mendorong peningkatan transaksi?

Situasi ini tidak hanya menjadi perhatian bagi konsumen, tetapi juga bagi para pelaku usaha dan pengelola platform. Mari kita selami lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi di balik pergeseran perilaku belanja masyarakat Indonesia ini.

Indikasi dan Fakta di Balik Tren Menurunnya Belanja Online

Beberapa data konkret menunjukkan adanya pergeseran signifikan dalam pola konsumsi daring di Indonesia. Angka-angka ini memberikan gambaran jelas mengenai kondisi pasar e-commerce saat ini, yang mungkin tidak seoptimis yang dibayangkan sebelumnya.

Pada awal tahun 2023, lima platform e-commerce terbesar di Indonesia mengalami penurunan kunjungan. Penurunan ini menjadi sinyal awal bahwa ada perubahan dalam kebiasaan berbelanja konsumen, berkontribusi pada tren menurunnya belanja online yang diamati.

Tidak hanya kunjungan, rata-rata pengeluaran bulanan konsumen juga menunjukkan tren penurunan. Meskipun jumlah orang yang berbelanja online meningkat, nilai transaksi per individu justru mengecil. Ini mengindikasikan bahwa konsumen menjadi lebih selektif dalam pengeluaran mereka, memperkuat indikasi tren menurunnya belanja online.

Berikut adalah beberapa indikator utama yang menunjukkan fenomena ini:

  • Penurunan Kunjungan E-commerce: Kunjungan ke lima e-commerce terbesar di Indonesia menurun pada awal 2023. Contohnya, Shopee mencatat penurunan kunjungan sekitar 16% pada Februari 2023 dibandingkan Januari 2023.
  • Penurunan Rata-rata Pengeluaran per Konsumen: Survei Jakpat pada paruh pertama 2025 menunjukkan rata-rata belanja di e-commerce tercatat Rp470.516 per bulan, turun 13% dari Rp543.250 pada semester pertama tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama terjadi pada produk sekunder seperti fesyen dan elektronik.
  • Transaksi E-commerce di Bawah Target: Bank Indonesia (BI) mengungkapkan total nilai transaksi e-commerce nasional pada tahun 2022 hanya mencapai Rp476,3 triliun, lebih rendah dari target awal BI sebesar Rp489 triliun.

Mengapa Tren Ini Terjadi? Analisis Penyebab dan Tanggapan Ahli

Berbagai faktor disinyalir menjadi penyebab utama di balik fenomena tren menurunnya belanja online ini. Dari daya beli masyarakat hingga kebijakan platform, semuanya berperan dalam membentuk pola konsumsi saat ini.

Salah satu alasan kuat adalah penurunan daya beli masyarakat. Survei Jakpat mengindikasikan adanya pola konsumsi yang cenderung berhemat, dengan fokus pada kebutuhan pokok dan pengurangan pengeluaran untuk produk sekunder. Peningkatan angka PHK juga turut berkontribusi pada pelemahan daya beli, yang secara langsung memengaruhi aktivitas belanja online.

Selain itu, peningkatan biaya administrasi di marketplace juga menjadi beban bagi penjual dan konsumen. Biaya admin yang awalnya berkisar 3-5% kini naik menjadi 7-9,8%, bahkan ditambah biaya layanan dan penanganan. Hal ini menggerus margin keuntungan penjual dan memengaruhi harga produk, membuat belanja online kurang menarik bagi sebagian pihak.

Para ahli dan pejabat pemerintah memberikan pandangan beragam mengenai fenomena ini. Aska Primardi dari Jakpat menyoroti nilai transaksi per orang yang lebih kecil, sementara Doni P. Joewono dari BI mengaitkan penurunan dengan pelonggaran pembatasan COVID-19 yang mendorong masyarakat kembali ke toko konvensional, yang mungkin menjelaskan sebagian dari tren menurunnya belanja online.

Meskipun demikian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah adanya penurunan daya beli secara keseluruhan. Ia justru melihat adanya pergeseran pola konsumsi dari belanja langsung ke transaksi digital, dengan pertumbuhan retail online yang signifikan, meskipun ada indikasi tren menurunnya belanja online pada metrik tertentu.

Bazaar sebagai Solusi Adaptasi di Tengah Tantangan Belanja Online

Di tengah tantangan yang dihadapi oleh platform daring dan tren menurunnya belanja online dalam beberapa aspek, acara luring seperti bazaar kembali diminati. Ini menjadi strategi adaptasi yang efektif, khususnya bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Bazaar menawarkan pengalaman berbelanja langsung yang tidak bisa didapatkan secara online. Konsumen dapat melihat, menyentuh, dan mencoba produk secara fisik, serta berinteraksi langsung dengan penjual. Hal ini sangat penting, terutama untuk produk fesyen yang membutuhkan pengalaman indrawi, yang tidak dapat dipenuhi oleh belanja online.

Acara seperti GlamLocal Mid Year Sale di Pondok Indah Mall 3 mulai dari 6–10 Agustus 2025 menjadi contoh nyata bagaimana bazaar dapat menjadi wadah bagi brand lokal untuk menjangkau konsumen secara langsung. Acara ini menghadirkan lebih dari 135 brand fashion lokal dan F&B, menawarkan diskon menarik dan flash sale, menunjukkan potensi alternatif di tengah tren menurunnya belanja online.

Rizky Azhar, koordinator GlamLocal, menyatakan bahwa bazaar ini menjadi momentum untuk memperkuat posisi brand fashion lokal di tengah kompetisi penjualan online. Ini juga menjadi solusi bagi brand berbasis online untuk membangun koneksi personal dengan pelanggan mereka, mengimbangi dinamika tren menurunnya belanja online.

Berikut adalah alasan mengapa bazaar kini banyak diminati sebagai alternatif:

  • Pengalaman Langsung dan Personal: Konsumen dapat berinteraksi langsung dengan produk dan penjual, penting untuk produk seperti fesyen.
  • "Self-Healing" dan Kepuasan Psikologis: Berbelanja di bazaar dapat memberikan dorongan emosional dan hormon bahagia.
  • Variasi Produk Unik dan Lokal: Bazaar sering menampilkan produk UMKM yang unik, handmade, atau terbatas.
  • Promosi dan Diskon Menarik: Penyelenggara dan tenant sering menawarkan promo eksklusif.
  • Meningkatkan Brand Awareness dan Penjualan UMKM: Efektif untuk memperkenalkan produk dan membangun merek.
  • Solusi Fenomena "Rojali": Mengubah pengunjung yang hanya melihat-lihat menjadi pembeli potensial.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Vinsensia Dianawanti

    Author

    Vinsensia Dianawanti
Ilustrasi seorang perempuan akses video dan belanja di ponsel. (katcha.natsarin@gmail.com/depositphotos.com)

LifestyleStreaming Sekaligus Belanja, Vidio Hadirkan Fitur Baru Kolaborasi Bareng Shopee

Vidio bersama Shopee menghadirkan pengalaman belanja yang kontekstual dan seamless, penonton dapat langsung membeli produk di Shopee sesuai dengan konten mereka nikmati.

 pexels.com/NegativeSpace
Iklan terbaru belanja online lebih cepat dan hemat. (c) Istimewa

LifestyleIntip Iklan Terbaru Shopee, Belanja Online Bisa Jadi Lebih Hemat dan Cepat Lho!

Lewat pesan yang dibawa iklan tersebut, Shopee menekankan kemudahan, efisiensi, dan keandalan sebagai nilai utama.

 Priscilla Du Preez on Unsplash

LifestyleMale's Performative Phenomenon, Tren Baru di Kalangan Gen Z

Pria Gen Z kini tampil beda, namun adakah agenda tersembunyi di balik Male's Performative Phenomenon, tren baru di kalangan Gen Z.

 Unsplash.com/ Rafael Leao

LifestyleBukan Cuma Asal Viral, Peran Influencer dalam Edukasi Kesehatan Mental di Media Sosial Kini Makin Krusial!

Influencer kini krusial dalam edukasi kesehatan mental di media sosial, namun bagaimana memastikan informasi yang mereka sampaikan akurat dan terpercaya?

Read Entire Article
Lifestyle | Fashion|