Genapkan 7 Tahun Eksistensi, Tobatenun Mantapkan Langkah Revitalisasi Tenun Batak Lewat UGARI

1 month ago 22

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi sebuah social enterprise untuk tetap konsisten dalam menjalankan misinya. Bagi Tobatenun, perjalanan ini menjadi tonggak penting dalam upaya melestarikan serta menghidupkan kembali warisan tekstil tradisional dari Tanah Batak. Di usianya yang ke-7, Tobatenun mempersembahkan program bertajuk UGARI—sebuah kata dari Bahasa Batak Toba yang berarti "budaya"—sebagai wujud refleksi sekaligus perayaan dari berbagai inisiatif mereka selama ini.

UGARI tak hanya menjadi ajang selebrasi, tetapi juga momentum untuk memperluas jangkauan misi budaya Tobatenun. Program ini memperkenalkan kembali Tobatenun Studio & Gallery yang kini hadir lebih luas dan harmonis di kawasan Sopo Del Tower, Jakarta Selatan. Di ruang baru ini, Tobatenun mengajak publik untuk menyelami lebih dalam tentang ragam teknik tenun Batak, yang kaya akan makna, filosofi, dan kerumitan teknis.

Salah satu jenis tenun yang diperkenalkan adalah Ulos Ragi Idup, kain sakral yang hanya dikenakan oleh mereka yang telah menyelesaikan siklus kehidupan menurut adat Batak—sebuah simbol kematangan dan kebijaksanaan. Sebagai jantung dari budaya Batak, tenun bukan hanya kain, melainkan media yang menyimpan nilai spiritual, struktur sosial, hingga identitas kolektif masyarakatnya. Proses pembuatannya yang rumit dan kolaboratif menjadikan tiap lembar tenun sebagai karya seni yang hidup.

Melalui UGARI, Tobatenun membuktikan bahwa dengan pendekatan yang tepat, warisan tradisional ini bisa tetap relevan di dunia modern, sebagaimana harapan Kerri Na Basaria Pandjaitan selaku CEO Toba Tenun Sejahtra, "Kami berharap, publik dapat memahami lebih dalam aktivitas Tobatenun, khususnya dalam hal revitalisasi, riset pengembangan dan pewarnaan alami, serta pendekatan personal dan kolektif kepada para perajin," jelasnya dalam acara media gathering UGARI: LUHUR pada Rabu (30/07/2025)

UGARI: Ruang Baru, Narasi Baru

UGARI membuka lembaran baru dalam sejarah Tobatenun dengan meresmikan galeri serta studio terbaru mereka di Sopo Del Tower. Ruang ini tidak hanya menjadi tempat pameran, tetapi juga wadah edukasi dan interaksi antara publik dan para penggerak pelestarian budaya. Lewat visualisasi yang dikurasi dengan baik, pengunjung diajak memahami perjalanan Tobatenun serta bagaimana mereka membentuk ekosistem wastra yang berkelanjutan dan adil.

Rangkaian acara UGARI dimulai dengan sesi bertajuk UGARI: LUHUR, yang digelar pada 30 Juli 2025. Sesi ini menghadirkan simposium mengenai Ulos Ragi Idup dan peran pentingnya dalam tradisi Batak. Koleksi kolaborasi dari Carmel Boutique dan Eridani ditampilkan dalam format yang mengedepankan nilai simbolik dari tenun, tanpa mengabaikan estetika kontemporer.

Selanjutnya, malam budaya UGARI: BORNGIN pada 31 Juli 2025 hadir dalam suasana hangat, menampilkan trunk show dari AMOTSYAMSURIMUDA, Qanagara, dan Danjyo Hiyoji—yang menjadikan potongan kain perca sebagai medium eksplorasi desain yang muda dan segar.

Kolaborasi Desainer Muda: Tradisi dalam Gaya Kontemporer

Salah satu kekuatan utama dari UGARI adalah kolaborasi lintas generasi yang mempertemukan para artisan dengan lima desainer kontemporer yakni Danjyo Hiyoji, Carmel Boutique, AMOTSYAMSURIMUDA, Qanagara, dan Eridani. Mereka diberi ruang untuk menafsirkan ulang tenun Batak dengan pendekatan khas masing-masing, dari gaya urban modern hingga eksplorasi struktural yang eksperimental. Hasilnya adalah koleksi yang tidak hanya estetis, tetapi juga sarat akan makna budaya.

AMOTSYAMSURIMUDA, misalnya, yang menampilkan koleksi pria berjudul FUGA: Sae Torus, Sae Jadi yang menggunakan kain sisa produksi tenun sebagai bahan utama. Sementara Danjyo Hiyoji menampilkan Laras Muda 2025, koleksi penuh semangat yang terinspirasi dari sisa kain pelatihan Partonun, dengan potongan playful dan siluet oversized.

Di sisi lain, Qanagara mengeksplorasi gaya bohemian dengan koleksi Nataradja, yang menggabungkan warna-warna bumi dan sentuhan retro ala 70-an. Semua koleksi ini memperlihatkan bahwa tenun Batak bisa tampil modern tanpa kehilangan akar tradisinya.

Ekosistem Tenun yang Berkelanjutan dan Inklusif

Di balik program-program publik Tobatenun, ada kerja keras yang terus dilakukan di hulu—bersama para artisan perempuan di Pematangsiantar, Sumatra Utara. Melalui dua inisiatif komunitas, Jabu Bonang dan Jabu Borna, Tobatenun mengembangkan model pendampingan berkelanjutan yang tidak hanya melatih keterampilan teknis, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi serta memperkenalkan praktik pewarnaan alami berbasis sumber daya lokal.

Jabu Bonang berfokus pada penguatan komunitas perajin perempuan lewat pelatihan teknik menenun, literasi keuangan, dan edukasi lainnya. Sementara Jabu Borna menjadi laboratorium warna alami yang menghasilkan palet kaya dari tanaman lokal seperti salaon (indigo), kayu jabi-jabi, hingga buah itom.

Semua proses ini dirancang untuk membangun ekosistem tenun yang adil dan ramah lingkungan. Seperti filosofi kain Ulos Ragi Idup yang membutuhkan banyak tangan untuk menyempurnakannya, Tobatenun membangun masa depan tenun Batak lewat kolaborasi, ketekunan, dan semangat gotong royong.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Read Entire Article
Lifestyle | Fashion|