Inovasi Hijau dalam Industri Makanan untuk Mengatasi Food Waste

Fimela.com, Jakarta Kamu tahu nggak, dari sekian banyak masalah lingkungan yang kita hadapi, food waste alias sampah makanan ternyata jadi salah satu yang paling besar dampaknya. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2024, sisa makanan mendominasi komposisi sampah di Indonesia hingga 39,36% dari total sampah nasional. Angka ini bikin kita harus mulai berpikir ulang tentang bagaimana makanan diproduksi, dikonsumsi, dan dibuang.

Masalah ini bukan cuma terjadi di Indonesia. Secara global, sekitar sepertiga makanan yang diproduksi di dunia—sekitar 2,5 miliar ton per tahun—terbuang begitu saja. Food waste mencakup semua makanan yang hilang, terbuang, atau tidak dimakan di setiap tahap rantai pasok: dari proses produksi, distribusi, penjualan, penyimpanan, hingga akhirnya sampai di meja makan kita.

Di Indonesia sendiri, food waste menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp551 triliun per tahun. Bayangkan, angka sebesar itu setara dengan membiayai banyak program sosial dan pendidikan untuk masyarakat. Selain itu, dampak lingkungannya juga nggak main-main. Sampah makanan yang membusuk menghasilkan gas metana (CH₄), yang jauh lebih berbahaya dari karbon dioksida dalam memicu pemanasan global.

Belum lagi efek lainnya: pencemaran tanah dan air akibat pembusukan, serta pemborosan sumber daya alam—seperti air, energi, dan lahan—yang digunakan untuk memproduksi makanan tersebut. Dengan kata lain, setiap kali makanan terbuang, bukan hanya uang yang hilang, tapi juga sumber daya bumi yang terbatas ikut lenyap.

Kabar baiknya, beberapa perusahaan besar—baik nasional maupun global—mulai mengambil langkah nyata untuk menghadapi krisis food waste ini. Lewat inovasi hijau, mereka berusaha menciptakan sistem produksi yang lebih efisien dan berkelanjutan.

Unilever Indonesia: “Less Waste, More Life”

Sebagai salah satu perusahaan consumer goods terbesar di Indonesia, Unilever sudah lama punya visi keberlanjutan. Melalui kampanye “Less Waste, More Life”, mereka menargetkan zero waste to landfill alias nol limbah ke tempat pembuangan akhir di seluruh pabriknya.

Di sisi produksi, Unilever mengoptimalkan penggunaan bahan baku agar tidak ada sisa yang terbuang. Sisa limbah organik diubah menjadi biogas dan pupuk kompos, menciptakan siklus tertutup yang ramah lingkungan. Selain itu, mereka juga terus mengedukasi konsumen tentang pentingnya mengurangi sampah dari rumah, termasuk sampah makanan.

Nestlé Indonesia: Efisiensi dari Hulu ke Hilir

Nestlé juga menjadi contoh nyata bagaimana inovasi hijau bisa diterapkan di seluruh rantai pasok. Dalam pengelolaan susu dan kopi—dua bahan utama produknya—Nestlé memastikan setiap tetes bahan baku dimanfaatkan seoptimal mungkin.

Sisa produksi yang masih bernilai gizi tidak dibuang, melainkan diolah menjadi pakan ternak atau kompos. Nestlé juga berkomitmen menggunakan kemasan 100% dapat didaur ulang pada tahun 2025, langkah yang tak hanya mengurangi sampah plastik, tapi juga mendukung sistem sirkular di industri makanan.

Indofood: Pertanian Berkelanjutan dan Energi Alternatif

Indofood, sebagai salah satu raksasa industri makanan di tanah air, turut berkontribusi lewat inovasi berkelanjutan. Di pabrik mi instan dan tepungnya, mereka menerapkan sistem water reuse, yakni penggunaan ulang air untuk mengurangi limbah cair.

Limbah sisa produksi minyak goreng juga tak dibiarkan begitu saja—mereka mengolahnya menjadi biodiesel, sumber energi alternatif yang ramah lingkungan. Nggak cuma itu, Indofood juga aktif mengedukasi petani mitra tentang praktik pertanian berkelanjutan dan pengelolaan hasil panen agar tidak banyak yang terbuang sia-sia.

Tak mudah untuk menerapkan gaya hidup berkelanjutan apalagi di industri. Tak mudah bukan berarti tidak bisa, di Korea Selatan, supermarket E Mart menghadirkan inovasi kemasan unik bernama Haru Hana Banana. Satu paket berisi enam pisang dengan tingkat kematangan yang bervariasi—mulai dari yang sudah siap santap hingga yang masih hijau.

Konsep ini dibuat agar pelanggan bisa menikmati pisang dengan tingkat kematangan sempurna setiap harinya tanpa takut semua buahnya busuk bersamaan. Sebuah ide cerdas dan praktis yang sekaligus berkontribusi dalam mengurangi food waste.

Perusahaan memang punya peran besar, tapi kamu juga bisa berkontribusi dari rumah. Mengurangi food waste bisa dimulai dari langkah kecil sehari-hari.

• Jangan lapar mata. Saat belanja, pastikan kamu membeli bahan makanan sesuai kebutuhan. Catat dulu bahan yang benar-benar diperlukan supaya nggak berujung mubazir di kulkas.
• Rencanakan makananmu (meal planning). Dengan membuat meal plan, kamu bisa tahu menu apa yang akan dimasak setiap hari, jadi bahan makanan bisa diatur dengan tepat tanpa terbuang.
• Masak dengan porsi sesuai. Jika kamu hanya memasak untuk diri sendiri, buat porsi kecil agar tidak ada sisa yang akhirnya dibuang.
• Kelola sisa makanan dengan bijak. Sisa nasi bisa diolah jadi nasi goreng, sayur sisa bisa jadi bahan omelet, atau kulit buah bisa dijadikan kompos alami untuk tanaman. Sedikit kreativitas bisa menyelamatkan bumi.

Food waste bukan masalah sepele—ini adalah isu global yang memengaruhi ekonomi, lingkungan, dan bahkan masa depan generasi kita. Tapi dengan inovasi hijau dari industri makanan dan kesadaran masyarakat, perubahan itu mungkin terjadi.

Kamu nggak perlu jadi ahli lingkungan untuk ikut berperan. Cukup mulai dari dapurmu sendiri: gunakan makanan dengan bijak, hargai setiap butir nasi, dan dukung produk-produk yang menerapkan prinsip keberlanjutan. Karena setiap langkah kecilmu punya arti besar untuk bumi yang lebih hijau dan masa depan yang lebih lestari.